Grey Part 1

Senyuman itu terkembang manis di bibirnya. Kacamata hitam melekat di matanya membuat sebagian wajahnya tertutup. Hanya saja tak menutupi kecantikannya. Mungkin ia tidak secantik model papan atas hanya saja ia memiliki kecantikannya tersendiri. Karena pada dasarnya setiap wanita di dunia ini memiliki kecantikannya tersendiri.

Ia menaikkan kacamata hitamnya hingga bertengger di puncak kepalanya. Ia tersenyum lembut kepada seseorang yang kini memegang tangannya, menggandeng tangannya. Orang itu membalas dengan senyuman sumringahnya.

Mereka berjalan santai keluar pintu kedatangan dari London. Ya mereka baru saja terbang dari London dan kini mereka telah menginjakkan kaki di Incheon, Korea.

Koper besar itu rasanya bukan beban mengingat wanita itu bisa kembali ke tanah kelahirannya. Meskipun ia nyaman berada di London hanya saja ia tetap merindukan tanah kelahirannya. Entah itu memori menyenangkan atau menyedihkan yang pernah ia torehkan dalam sejarah hidupnya selama di Korea, tetap saja Korea memiliki tempat tersendiri di hatinya.

Ia bisa merasakan tarikan kuat pada tangan kanannya yang memang tidak membawa koper. Ia menundukkan kepalanya untuk menatap orang yang menarik kuat tangannya.

“What’s wrong Adam?” tanyanya halus.

“This is Korea, right?” tanya anak kecil berusia sekitar 4 tahun itu.

“Yup”

“Woah daebak!!!” pekik anak bernama Adam itu senang. Matanya berbinar senang.

“Kau senang?”

“So mucchh” pekiknya senang kemudian mengecupi tangan wanita. Membuat wanita itu terkekeh kecil kemudian berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan Adam.

“So kiss me, baby!” titahnya. Adam mengangguk setuju kemudian mengecup wanita itu.

“Thanks mom! It was the best birthday present  i ever had” puji Adam pada ibunya. Ibunya memang memberikan tiket kepulangan ke Korea saat Adam berulang tahun yang keempat. Hanya saja karena satu dan lain hal membuat mereka baru bisa benar-benar pulang ke Korea 6 bulan kemudian.

Sejak lahir Adam memang tinggal di London. Dan mengetahui kalau orangtuanya memang keturunan Korea membuat Adam sering kali merengek untuk pulang ke Korea. Pasalnya teman-temannya berkebangsaan lain. Dan meskipun Adam tak ada masalah dalam hal bahasa hanya saja ia merasa kerap kali mendapat ucapan miring dari temannya perihal kebangsaannya. Meski seujurnya dari hal wajah Adam tidak seperti orang Korea kebanyakan. Meskipun kedua orangtuanya adalah turunan asli Korea hanya saja Adam bisa dibilang memiliki wajah universal.

Ibu Adam mensejajarkan tingginya dengan sang anak. Ia mengusap rambut Adam kemudian mengecupnya pelan.

“Mulai sekarang kita tinggal disini, ne?” ucapnya. Adam menganggukan kepalanya senang.

“Adam! Shilla! gezz how could you?” sebuah suara menginterupsi momen ibu dan anak itu. Wanita bernama Park Shilla itu kemudian menolehkan kepalanya dan tersenyum polos pada orang itu. Seorang pria terlihat menggeret dua buah koper besar dan tangannya masih membawa sebuah tas jinjing. Terlihat kerepotan tentu saja.

“I’m sorry Hobaby.” Ucapnya singkat. Sementara pria bernama Lee Howon itu memandang Shilla tajam.

“Kau meninggalkanku begitu saja dengan koper-koper ini? aegomeonina! Setidaknya tas jinjing ini kan milikmu harusnya kau yang membawa sendiri kan? Aku bukan pembantumu, kau tahu?” protes Howon. Pria yang lebih terkenal dengan nama Hoya itu memberengut kesal.

“Don’t be mad, Hodaddy. Adam is sorry, okay?” kini Adam ikut meminta maaf. Dan seperti biasa Hoya tak bisa marah dengan anak berumur 4 tahun lebih itu.

“Aish” kesal Hoya kemudian mengacak-acak rambut Adam. Membuahkan kekehan kecil dari anak kecil itu.

“Such a beautiful family” ucap sebuah suara. Ketiga orang itu menolehkan kepalanya dan mendapati seorang wanita paruh baya tersenyum kearah mereka. Wanita asing tentu saja. Mungkin saja dia juga dari London mengingat ia keluar dari pintu yang sama dengan mereka.

“Your boy is so handsome” puji wanita berambut pirang itu. Shilla dan Hoya tersenyum kearahnya.

“Oh my god!” wanita itu tiba-tiba memekik ketika melihat Hoya. Ia menatap Hoya intens.

“You are Hoya, right? Hoya Lee?” tanya wanita itu. Hoya tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya.

“You know me?”

“Of course. My daughter is a big fan of you. There is a lot of photos and posters of you in her room.” Ucap wanita itu. Hoya memang seorang model di London. Dia memang berkebangsaan Korea hanya saja agency tempatnya bekerja mempercayainya untuk meniti karir di London. Meski sebenarnya tak jarang Hoya bolak-balik London-Korea untuk urusan pekerjaan.

“Ehm..if you don’t mind, would you like to take a photo with me? For my daughter” ucap wanita itu. Hoya tersenyum kearahnya.

“Sure. Shilla..would you mind?” ucap Hoya kemudian menyuruh Shilla untuk memfotonya bersama wanita Inggris itu. Shilla menurutinya tentu saja. Sudah menjadi hal biasa untuknya melakukan hal ini. Pekerjaan Hoya yang memang model terkadang membuat Shilla menjadi fotografer dadakan ketika fans ada yang ingin meminta foto Hoya.

“Thanks a lot. My daughter will be delighted.”

“I hope she like my present” ucap Hoya. Wanita itu menganggukkan kepalanya.

“I never know you have this beautiful lady and son. They are so gorgeous” ucap wanita itu. Hoya hanya menggaruk tengkuknya.

“Well..ehm..its kind of..secret?” lirih Hoya. Wanita itu menganggukkan kepalanya.

“And I can assure you I can keep my mouth shut. Well, I guess I’ll be first. Nice seeing you and your little family.” Ucap wanita itu kemudian berlalu dari Hoya dan Shilla.

Hoya menolehkan kepalanya kearah Shilla. Ia tersenyum singkat kemudian meraih ponselnya.

“I’ll have a phone call. Wait here” ujar Hoya. Shilla hanya menganggukkan kepalanya. Ia melirik Adam yang kini tengah sibuk mengedarkan pandangannya di bandara Incheon itu. Ia terlihat antuasias memperhatikan orang-orang lalu lalang.

I’ll do everything for your happiness, baby.

“Kkaja! Sopir sudah menunggu kita” ucap Hoya setelah kembali. Ia menarik dua koper besarnya sementara Shilla membantunya membawa tas dan koper yang lain.

Perjalanan hidup baru Shilla di Korea akan segera dimulai. Entah itu akan sama dengan kehidupannya dimasa lalu. Ataukah akan berbeda?  Yang jelas Shilla yang sekarang dan Shilla lima tahun lalu bukan sepenuhnya orang yang sama.

=Grey Part 1=

Dering ponsel itu membuat pria berjas hitam itu merogoh saku celananya. Menggapai ponselnya kemudian menjawab sambungan yang ditujukan untuknya.

“She’s back” ucap seseorang langsung dari seberang sana.

Pria berjas hitam itu menghela napasnya berat. Seolah apa yang baru saja diinformasikan oleh orang di seberang sana adalah suatu berita yang tak sepenuhnya ia harapkan.

“Just..keep her safe. Keep them safe. Get it?”

“Yes” jawab orang di seberang sana singkat. Ia kemudian menutup sambungannya.

Sementara diruang itu pria berambut hitam legam itu menghela napas lagi. Ia memijit keningnya pelan seolah pikirannya tengah berat memikirkan suatu masalah.

DRTDRT

Ia melirik ponselnya yang bergetar. Menandakan sebuah pesan masuk. Setelah membacanya pria itu kembali menghela napasnya lagi.

Haneda street, 1 am. You know what to do.

=Grey Part 1=

CEKLEK

“Woah…this is our house Mom?” ucap Adam senang begitu mereka tiba dirumah mereka. Shilla hanya menganggukkan kepalanya kemudian menolehkan kepalanya pada Hoya.

“Gomawo” ucapnya tulus. Hoya hanya tersenyum kemudian membawa koper Shilla dan Adam ke dalam.

“Kalian menyukai tempat ini?” Tanya Hoya pada Shilla dan Adam. Keduanya menganggukkan kepalanya. Pasalnya apartemen itu bisa dibilang cukup luas dan furniture di dalamnya juga bagus. Sesuai dengan selera Shilla. karena pada dasarnya Hoya mengerti dengan baik bagaimana kesukaan Shilla.

“Dangyunhaji” koor Shilla dan Adam. Hoya hanya menggelengkan kepalanya atas kekompakan ibu dan anak itu.

“Kalau begitu kalian istirahatlah. Aku harus ke agency sekarang” ucap Hoya. Sontak Shilla menatapnya bingung.

“Kau tidak lelah? Istirahat saja dulu baru ke agency” saran Shilla. Hoya menggelengkan kepalanya.

“Ada meeting penting setengah jam lagi Shilla-ya. Lagipula tidak enak kalau aku tak datang atau terlambat. Kalian istirahatlah. Aku pergi dulu” ucap Hoya dan dijawab anggukan kepala oleh Shila.

Adam menarik tangan Shilla. Membuat ibu anak itu menundukkan kepalanya untuk menatap Adam.

“Kenapa sayang?”

“Where is my room? I’m sleepy Mom” ucap Adam polos. Shilla mengacak rambut anak lelakinya itu.

“Kaja kita ke kamar. Ah satu lagi sayang. Kita di korea sekarang jadi..bisa kan kau berbahasa Korea saja? Tidak semua orang Korea tahu bahasa Inggris sayang” ucap Shilla lembut. Adam menganggukkan kepalanya.

“Araseo. Keunde..ehm.. I’m not used to it yet, Mommy” lirih Adam. Dia memang mengerti bahasa Korea. Hanya saja untuk mengucapkannya terkadang Adam masih kewalahan. Sejak lahir di Inggris membuatnya belum begitu paham bahasa Korea. Meski setiap hari Shilla selalu mengajari anaknya bahasa itu.

“Araseo. Mommy akan membantumu, sayang. Sekarang tidurlah! Besok kita akan menemui seseorang, sayang”

“Ehm..nugu?”

“You’ll see”

=Grey Part 1=

“You look beautiful on that dress” puji pria berkemeja putih itu. Sang gadis tersipu malu mendengarnya.

“Berhenti merayuku Oppa. Ehm..kenapa kau membawaku kemari?” Tanya gadis dengan dress putih pemberian kekasihnya itu. Sang kekasih hanya tersenyum kemudian menggenggam tangan gadisnya.

“Tidakkah kau merasa kalau baju kita serasi?” Tanya pria itu. Sang gadis melirik baju yang dikenakan kekasihnya dan dress yang ia kenakan. Warnanya senada. Gadis itu sontak menganggukkan kepalanya.

Sang pria merogoh sebuah benda dari saku celananya. Ia menggenggam jemari gadisnya lembut. Kemudian menunjukkan sebuah benda yang ia ambil dari saku celananya.

Mata gadis itu sontak membulat. Pria itu menyerahkan sebuah cincin berlian kearah sang gadis. Gadis itu tak bodoh untuk tak menyadari apa maksud pria itu. Seketika ia bisa merasakan debaran kencang jantungnya.

Kekasihnya melamarnya malam itu. Dan tak perlu gadis itu deskripsikan bagaimana ia begitu bahagia malam itu. Bisa menerima lamaran dari pria yang sungguh ia cintai adalah sebuah impian besar untuknya. Dan tentu saja hidup bersama pria itu adalah jalan hidup yang ingin ia tempuh.

Shilla terbangun dari tidurnya,. Ia menghela napasnya ketika rasanya mimpi yang seolah kenyataan itu menganggu tidurnya. Entah itu murni mimpi ataukah itu adalah bagian dari memorinya yang susah untuk ia hilangkan bahkan saat tidur sekalipun.

“Itu..hanya masa lalu” gumamnya kemudian menarik selimutnya lagi. Berusaha memejamkan matanya tapi ia tak bisa. Pikirannya kembali pada memori indah di masa lalunya. Dengan pria itu.

“Aish,,,berhenti menganggu pikiranku” ucapnya kesal. Entah pada siapa. Nyatanya hanya ada dirinya di kamar itu.

=Grey Part 1=

Pria itu mengusap rambutnya resah. Ia baru saja terbangun dari tidurnya karena mimpi yang membuatnya resah. Ia menghela napas pelan.

Pandangan matanya beralih pada figura foto disamping tempat tidurnya. Ia menatap foto itu pilu. Sebuah senyuman miris bahkan terhias di bibirnya.

Lama ia memandang foto itu. Seolah berusaha berbicara dengan sosok yang berada dalam foto disana. Seolah berusaha menyalurkan segala bentuk pikirannya pada foto itu. Hanya saja sebuah foto hanyalah sebuah benda mati yang tak akan bisa berkomunikasi.

Saranghanda..mianhada

Ia lantas mengalihkan pandangannya dari foto itu. Menatap kosong kearah jendela kamarnya. Merasakan sepinya malam itu. Merasakan sepinya kamar itu. Tanpa dirinya.

=Grey Part 1=

“Mom..what is this place?” Tanya Adam penasaran begitu Shilla membawanya ke suatu tempat. Tempat yang tentu saja asing untuk anak 4 tahun itu.

“We’ll see your uncle” jawab Shilla singkat.

“Uncle? I have one? Jinjja?” Tanya Adam antusias. Shilla menganggukkan kepalanya sembari tersenyum pada anaknya itu. Ia tahu Adam sangat mendamba sebuah keluarga besar, dimana ada paman, kakek-nenek, dan keluarga yang lain. Karena di London ia hanya memiliki Shilla dan Hoya. Anak kecil itu kesepian tentu saja.

“Yup. Kau lihat pria dengan rambut pirang di sebelah sana, baby? Yang sedang bicara dengan pria berambut coklat?” Tanya Shilla sembari menunjuk pada seorang pria yang tengah bicara dengan rekannya. Adam menganggukkan kepalanya.

“Dia..pamanmu” ucap Shilla. Adam membulatkan matanya kemudian menatap pria itu dari kejauhan. Dan ia bisa melihat sedikit kemiripan pamannya dan ibunya.

“Sapalah dia, baby” titah Shilla.

“Siapa..namanya?” Tanya Adam bingung. Pasalnya ia bahkan tak mengetahui siapa saja anggota keluarga dari ibunya itu. Ibunya memang tak pernah membicarakan keluarganya selama ini.

“Park Jungsoo” jawab Shilla. Adam mengangguk kemudian berlari kecil kearah Park Jungsoo. Ia menarik tangan Jungsoo dan sontak pria itu menolehkan kepalanya untuk menatap Adam. Raut bingung kentara tercetak dari wajah Jungsoo.

“Adik kecil..ada yang bisa aku bantu?” Tanya Jungsoo lembut. Ia berjongkok di depan Adam. Adam mengamati wajah Jungsoo lama.

“Ehm..dangsineun..Park Jungsoo?” ucap Adam terbata. Ia bingung untuk mengucapkan bahasa Korea dengan benar. Hanya saja ia ingat pesan ibunya untuk menggunakan bahasa Korea kini. Jadi Adam selalu berusaha melafalkan bahasa Korea dengan baik meski tak jarang beberapa orang akan bingung karena Adam sering kali salah.

“Ne. naega Park Jungsoo imnida. Kau mengenalku?” Tanya Jungsoo. Ia mengamati wajah Adam dan ia seperti familiar dengan wajah Adam. Mengingatkannya pada seseorang.

“Jinjja?” Tanya Adam polos. Jungsoo menganggukkan kepalanya. Dan tanpa disangka-sangka tiba-tiba saja Adam memeluk erat Jungsoo. Membuat Jungsoo hanya bisa menatap Adam bingung.

“You are really my uncle.  Your eyes just look like my mom’s.” ucap Adam senang. Sementara Jungsoo masih berusaha mencerna apa maksud dari anak kecil yang tengah memeluknya itu.

“Hey..adik kecil..aku tidak mengerti. Pamanmu? Memangnya siapa ibumu, hm?” Tanya Jungsoo pelan. Adam melepaskan pelukannya kemudian tersenyum riang kearah Jungsoo. Dan melihat senyumnya Jungsoo semakin yakin kalau ia mengenal orang tua anak ini.

“Nayo..” ucapan itu membuat Jungsoo menolehkan kepalanya. Shilla tersenyum kearah Jungsoo. Sementara itu Jungsoo hanya terpaku menatap Shilla.

“Shilla-ya..” lirih Jungsoo. Shilla berhambur memeluk Jungsoo.

“oppa bogoshipo” ucap Shilla. lima tahun tak bertemu sang kakak wajar saja kalau mereka menyimpan kerinduan yang mendalam.

Jungsoo melepas pelukan Shilla kemudian mengamati wajah adiknya itu. “Kau..benar Shilla? nae dongsaeng?” tanya Jungsoo memastikan. Shilla menjawab dengan anggukan kepalanya. Dan sejurus kemudian Jungsoo kembali memeluknya.

Masih tak percaya ia bisa melihat adiknya lagi. Lima tahun ini Shilla pergi tanpa kabar sedikitpun. Jungsoo memang tahu keberadaan adiknya itu di London hanya saja tak pernah sekalipun Shilla berusaha menghubungi kakaknya. Sementara Jungsoo sama sekali tak tahu alamat pasti adiknya. Membuat kakak-adik itu kehilangan komunikasi selama lima tahun ini.

“Kau kembali, huh? Kau kemana saja? Kenapa selama ini kau tak pernah menghubungi kami, huh?” tanya Jungsoo. Shilla hanya tersenyum mendengarnya. Kakaknya itu memang terkadang over protective terhadapnya.

“Mianhae Oppa”

Jungsoo menjewer telinga Shilla singkat. “Kau ini tega sekali, huh? Apa begitu susah untuk menghubungi kami? Kenapa menyembunyikan keberadaanmu? Kau kan bukan teroris” omel Jungsoo. Shilla mengusap telinganya yang serasa pedas.

“Ehm.. ada beberapa masalah saat aku tiba di London Oppa. Jadi..aku kehilangan kontak kalian. Maaf” ucap Shilla tulus. Meski ia tak bisa menjelaskan keadaan yang sesungguhnya pada Jungsoo. Karena bagaimanapun ia masih mengikuti perintah ‘orang itu’ untuk menjaga rahasia keberadaannya termasuk keadaanya.

Suara kekehan kecil membuat Jungsoo dan Shilla menolehkan kepalanya kearah sumber suara. Hanya untuk mendapati anak lelaki yang tersenyum senang melihat kakak-adik itu. Adam menunjukkan senyum imutnya kepada sang paman.

Jungsoo berjongkok di depan Adam kemudian mengacak rambut anak itu sayang. “Dia..benar anakmu?”

“Keureomyeon. Anak siapa lagi memang?”

“Tapi kau sama sekali tak mirip dengannya. Kau hanya mewariskan matamu. Tapi secara keseluruhan dia replika ayahnya. Pantas saja saat tadi dia tiba-tiba menghampiriku wajahnya serasa sangat familiar” ucap Jungsoo. Shilla terdiam.

“Mom..”

“Adam, Oppa, kita makan, ne? Aku sudah lapar” potong Shilla. adam hanya memberengut singkat karena sejujurnya ada hal yang ingin ia tanyakan.

“Araseo. Adam kau ingin makan apa? Hm?” tanya Jungsoo lembut. Adam melihat kearah Jungsoo kemudian kearah Shilla.

“Terserah..” jawab Adam singkat. Jungsoo mengacak rambutnya kemudian membawa mereka makan.

=Grey Part 1=

Shilla mengelap bibir Adam dengan napkin. Kebiasaan anaknya memang kalau tengah makan kerap kali belepotan. Meskipun ia sudah berumur 4 tahun dan sudah cukup besar untuk makan dengan benar tapi tetap saja ia masihlah anak kecil yang bertindak sesukanya. Dan ia adalah tipikal anak yang tak bisa diam.

Jungsoo menatap Shilla dan Adam dengan senyuman terkembang di bibirnya. Adiknya itu terlihat jauh lebih dewasa. Lima tahun tak bertemu dengannya ternyata sanggup membuat Jungsoo terkagum dengan sikap adiknya.

Adiknya yang lima tahun lalu begitu manja dan periang dan kini yang didepanya adalah adiknya yang terlihat jauh lebih dewasa dan ber-manner. Hanya saja Jungsoo merasa banyak rahasia yang Shilla sembunyikan. Banyak perasaan dan emosi yang tak terungkap.

“Uncle!” pekik Adam tiba-tiba. Membuat Jungsoo tersentak dari lamunannya.

“Ne?”

“Kenapa..kau melihat kami seperti itu?” tanya Adam. Jungsoo terkekeh pelan dengan pertanyaan polos keponakannya itu.

“Aniya. Hanya senang saja melihat tingkah kalian” ucap Jungsoo. Adam mengerucutkan bibirnya. Dan saat itu Jungsoo merasa sikap Adam sangat mirip dengan sikap Shilla ketika tengah kesal.

Shilla mengelus rambut Adam singkat. “Setelah ini kita menemui kakek nenekmu, kau setuju baby?” tanya Shilla.

“I have grandparents?” tanya Adam antusias. Shilla menganggukkan kepalanya. Sementara Jungsoo terlihat tersenyum pahit.

“Oppa waegurae?” tanya Shilla ketika menyadari perubahan wajah dari sang kakak. Jungsoo tersenyum tipis lagi.

“Appa..sudah tidak ada Shilla-ya” lirih Jungsoo. Shilla sontak membulatkan matanya.

“Mak-maksud Oppa? Appa…kenapa?” tanya Shilla takut.

“Appa meninggal setahun setelah kau pergi. Dia..mengidap leukimia Shilla-ya”

DEG

Shilla seketika merasakan perih di ulu hatinya. Mendengar kabar itu sontak membuat Shilla kehilangan semangatnya. Ia tak pernah menyangka ia telah melewatkan begitu banyak peristiwa. Ia tak menyangka ia akan menjadi anak yang kejam karena saat orang tuanya meninggal ia bahkan tak tahu sama sekali.

Shilla bisa merasakan tetesan air mata yang mengalir dari pelupuk matanya. Ia mencintai kedua orang tuanya dan kini ketika ia tahu bahwa orang tuanya sudah tak lengkap membuat Shilla hanya bisa menelan rasa perih.

Lima tahun ia hidup di London dan bisa dikatakan ia baik-baik saja hidup disana. Meski sejujurnya ia sangat merindukan keluarganya disini tapi ia selalu menahannya. Tak pernah sekalipun berusaha menanyakan kabar keluarganya meski sebenarnya ia sangat ingin tahu perihal itu. Dan kini ketika ayahnya meninggal tanpa sepengetahuannya Shilla hanya bisa merutuki kebodohannya.

Adam memandang ibunya itu dengan sedih. Meski bisa dibilang Adam adalah anak yang sering bandel tapi ia paling tak bisa melihat ibunya menangis. Adam memeluk tubuh Shilla yang disampingnya.

“Mom, don’t cry please!” ucap Adam. Shilla tersenyum singkat kemudian menyeka air matanya.

“Mom is okay baby.” Ucap Shilla meyakinkan. Mata coklat Adam mengerjab polos.

“Aku…bisa membawamu menemui Appa. Makamnya tidak jauh dari sini” ucap Jungsoo. Shilla menatap kakaknya itu kemudian menganggukkan kepalanya.

=Grey Part 1=

“Adam..kau sudah minum suplemenmu, sayang?” teriak Shilla dari balik dapur. Adam tengah asik bermain dengan mainan robotnya di ruang TV.

Adam mengabaikan teriakan Shilla. bukan karena ia tak mendengar teriakan ibunya itu hanya saja ia malas minum suplemen itu. Ia bosan.

Shilla yang tak mendengar jawaban Adam kemudian berjalan menghampiri Adam. “Hey Mom bertanya padamu. Kau sudah minum suplemenmu?” tanya Shilla lembut. Adam menolehkan kepalanya menatap Shilla kemudian menggelengkan kepalanya.

“Kalau begitu kau harus meminumnya, sayang. Mom ambilkan, ne?”

Adam menggeleng lagi. “Shireo!”

“Adam…”

“Aku..bosan. Why i have to eat it all the time? I dont want to Mom” protes Adam. Shilla menghela napasnya kemudian mengelus rambut Adam.

“Kita baru saja dari perjalanan jauh sayang. Dan kau tahu kan ada sedikit perbedaan cuaca antara London dan Korea? Jadi aku hanya tak ingin kau sakit, sayang. Kau kan baru saja sembuh kemarin, hm? Mom’s begging you, please eat it, hm?” bujuk Shilla. adam melihat raut memohon ibunya dan ia tak punya pilihan lain selain menganggukkan kepalanya.

“Hy buddy! What’s with that frown? Huh?” ucap Hoya yang tiba-tiba memasuki rumah mereka. Adam masih memasang wajah setengah hatinya dan tak menjawab pertanyaan Hoya sama sekali.

“Dia tak mau memakan suplemennya.” Jelas Shilla. Hoya menganggukkan kepalanya kemudian mengelus rambut Adam.

“Kalau kau minum suplemenmu..aku janji akan memberikanmu es krim coklat? Full scoop?” tawar Hoya. Sontak Adam berubah sumringah.

“Jinjja?”

“Dangyunhaji. Jadi patuhi kata ibumu, ne?” ucap Hoya. Adam menganggukkan kepalanya. Ia kemudian meminum suplemen rutinnya.

“Anak pintar. Sekarang kekamarmu terus tidur. Ini sudah malam, Adam” tambah Hoya. Dan sekali lagi Adam patuh dengan ucapan Hoya. Membuat Shilla terkadang iri dengan kedekatan mereka.

“Kau memberi sihir apa pada anak itu? Kurasa dia lebih patuh padamu” ucap Shilla sembari mengerucutkan bibirnya. Hoya hanya terkekeh mendengarnya. Pasalnya bukan kali pertama Shilla mengutarakan hal ini padanya.

“Berhenti bersikap kekanakan. Kau ini sudah punya anak satu, Shilla-ya. Tidak ingat umur” ucap Hoya. Shilla memelototkan matanya.

“Bicara yang sopan dengan yang lebih tua”

“Hey kita seumuran.” Bantah Hoya. Shilla menggelengkan kepalanya.

“Aniya. Kau lebih muda dariku Lee Howon-ssi. Tidak ingat apa?”

“Hanya enam bulan Shilla-ya. Jadi kita masih seumuran” ucap Hoya tak mau kalah. Shilla tertawa kecil dengan reaksi Hoya. Selalu begitu memang.

Shilla mengalihkan pandangannya kearah TV yang sedari tadi memang masih menyala. Tayangan di TV itu kini tengah membahas seorang public figure. Shilla hanya menatap tayangan itu dalam diam.

“Hobaby..” gumam Shilla. masih tetap menatap TV di depannya.

“Hm?”

“Kau..kenal Hwang Shinae?”

“Hm? Hwang Shinae? Shin angel? Tentu saja aku kenal. Kenapa memangnya?” balas Hoya. Shilla mengalihkan pandangannya menatap Hoya.

“Shin angel?”

“Eo. Itu julukan untuknya”

“Kenapa begitu?” tanya Shilla penasaran.

“Karena dia sangat baik. She has beauty inside-outside”

“Begitukah?”

“Ehm. dia cukup terkenal dikalangan model. Terlebih karena selain cantik Shin angel juga sangat baik. Mudah dekat dengan orang lain.”

“Kau dekat dengannya?”

“Tidak juga. Hanya sekedar tahu. Aku pernah bekerja sama dengannya. Hanya sekedar itu tak lebih” jawab Hoya yakin. Shilla hanya menatap wajah Hoya kosong.

“Kau..menyukainya?” tanya Shilla tiba-tiba. Hoya menautkan alisnya bingung. Hanya saja ia kemudian menjawab pertanyaan Shilla dengan tenang.

“Tak ada pria yang tak menyukainya kurasa”

No wonder he likes her.

“Keuraekuna?” lirih Shilla. nada sedih sedikit tertangkap darinya. Membuat Hoya mengelus rambut Shilla singkat.

“Menyukai dan mencintai itu hal yang berbeda Shilla-ya. Setiap orang bisa menyukainya tapi tak semuanya mencintainya. and for me, i love you the best” goda Hoya. Shilla memukul lengan Hoya singkat.

“Wae?” tanya Hoya sembari mengucap lengannya yang Shilla pukul.

“Hm?”

“Kenapa kau tiba-tiba menanyakan tentang Hwang Shin-ae? Kau ada hubungan dengannya?”

Shilla menggelengkan kepalanya. “Aniya. Hanya penasaran.” Jawab Shilla sekenanya. Tapi toh Hoya hanya mengangguk seolah mengerti.

=Grey Part 1=

SREK

Bunyi lemparan dan tarikan kertas itu jelas sekali terdengar membahana di ruangan itu. Seorang pria hanya menatap tumpukan berkas di depannya kesal. Sementara di depan meja pria itu ada pria lain yang tingginya beberapa centi di bawahnya. Dan dari caranya ia berdiri dan terlihat begitu menghormati pria yang lebih tinggi darinya itu, menandakan kalau pria yang lebih rendah itu adalah asistennya atau bawahannya.

“Jadi..mereka…”

“Ne.sudah ada tanda-tanda pergerakan mereka. Kita.. harus segera bertindak kalau tak ingin keduluan pihak mereka” ucap asisten itu.

“Sejauh mana yang mereka tahu?”

Asisten itu menggelengkan kepalanya singkat. “Belum tahu pasti. Tapi melihat lambatnya pergerakan mereka kurasa…mereka belum tahu banyak.”

“Identitasku?”

“Hwijangnim tenang saja untuk itu. Masih terjaga. Hanya saja..spekulasi tentang identitas Anda kurasa sedang bergulir”

Pria itu menghela napasnya. Ia memijit keningnya pelan. Ia lantas melambaikan tangannya pada asistennya. Sebagai tanda untuk asisten itu meninggalkan ruangannya.

Asisten itu membalikkan badannya untuk keluar, hanya saja baru beberapa langkah ia menghentikan langkahnya. Kemudian menatap bosnya itu lagi.

“Ada lagi?” tanya bosnya bingung. Asisten itu hanya menggelengkan kepalanya.

“Kau..tidak ingin menemuinya?” tanya asisten itu lirih. Atasannya sepertinya terkesiap dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu. Tapi ia cukup paham siapa yang dimaksud oleh asistennya.

“Kalau waktu sudah tepat” jawabnya singkat. Raut muka sedih seketika terpancar dari wajah tampannya. Tak lama memang karena setelah itu ia memasang wajah tegasnya lagi.

“Keluarlah! Masih banyak yang harus kukerjakan” suruhnya pada asistennya. Dan kali ini asistennya benar-benar meninggalkan ruangannya.

=Grey Part 1=

Pria jangkung itu berjalan pelan menuju alamat yang ia ingin tuju. Ia tak bisa menahan deru jantungnya. Ia merasakan gugup tiba-tiba.

Ia kini berdiri di depan pintu sebuah apartemen. Lama ia hanya menatap pintu itu kosong. Masih menimang untuk datang dan masuk atau tidak. Menimang untuk menemui orang itu sekarang atau tidak. Hanya saja sepertinya rasa gugupnya terkalahkan dengan sebuah rasa yang jauh lebih kuat. Sebuah rasa yang selama ini berusaha ia redam tapi nyatanya tetap tak bisa.

Pria itu menghela napasnya kemudian dengan sedikit gamang ia menekan bel apartemen itu. Dan sambil menunggu sang empu membukakan pintu pria itu hanya bisa mendengarkan pacuan jantungnya yang entah kenapa terdengar lebih keras sekarang.

CEKLEK

Bunyi pintu itu terbuka sontak membuat pria itu semakin merasakan debaran jantungnya menggila. Ia menunggu hingga sang empu menunjukkan wajahnya terhadapnya.

Sebentar lagi..

“Nugu…seyo” ucapan itu terdengar lirih dari sang empu. Ia tampak sangat terkejut melihat tamu yang datang ketempatnya. Ia terpaku.

Keduanya hanya saling menatap tanpa sedikitpun kata yang terlontar dari keduanya. Tanpa ragu keduanya saling menatap tepat di mata masing-masing. Mencoba mencari jawaban dan perasaan yang mungkin tersembunyi.

Pria itu menatap sosok di depannya itu dalam diam. Mata indah sosok di depannya. Garis wajah yang ia hapal betul. Sosok yang sejujurnya selama beberapa tahun terakhir ini terus memenuhi otaknya.

Entah perasaan apa yang terpancar dari balik pancaran mata keduanya. Hanya saja sepertinya perasaan keduanya tidaklah jauh berbeda. Secuil rasa sedih, benci, rindu dan bahkan mendamba tersirat dari balik mata itu. Entah mana yang lebih dominan.

Lama mereka hanya saling menatap dalam diam. Hingga akhirnya sebuah derap langkah kecil membuat perhatian pria itu teralih. Ia lantas menatap sosok kecil yang kini berdiri di belakang wanita di depannya.

Ia terpaku menatap sosok anak kecil itu. Seolah anak kecil itu adalah malaikat kecil yang turun dari langit. Seolah sosok anak kecil itu adalah sosok yang begitu indah dimatanya.

Wanita didepannya menyadari kalau kini pandangan pria itu telah berpindah, tak lagi menatap dirinya. Ia ikuti arah pandang pria itu dan ia mendapati pria itu tengah menatap anaknya. Dan hal itu membuat wanita itu tak suka.

“Adam..back to your room” perintahnya. Adam sontak mengalihkan pandangannya dari pria yang menatapnya. Sejujurnya ia merasa ada sebuah ketertarikan tersendiri saat melihat pria dewasa yang menatapnya itu.

“Mom…”

“Back to your room please” ucap sang ibu memotong ucapan Adam. Adam tak punya pilihan lain selain menuruti perintah Shilla, ibunya. Meski sejujurnya ia ingin tahu siapa tamu ibunya itu.

Sang tamu mengikuti arah Adam yang berjalan menuju kamarnya. Sebuah rasa sesak dan haru tiba-tiba menelisik nakal ke dalam ruang hatinya. Ada yang ingin ia katakan ada yang ingin ia lakukan tapi sepertinya ia tak punya cukup nyali untuk melakukannya. Atau mungkin lebih tepatnya ia tak bisa melakukannya. Paling tidak, tidak sekarang.

Pria itu sepertinya sudah bisa mengendalikan perasaanya. Setelah beberapa menit lalu ia diliputi sebuah perasaan yang selama kurang lebih lima tahun ini serasa menggerogotinya hingga rasanya ia bisa mati karena rasa itu. Pria itu menatap wanita di depannya.

“Kau..tak ingin mengijinkanku masuk?” ucap pria itu. Shilla memutar bola matanya kemudian menggeser tubuhnya. Menyilakan tamunya itu masuk. Meski sebenarnya ia sedikit enggan melakukannya.

Tatapan tajam saat ini yang bisa Shilla berikan untuk tamunya itu. Meski sebenarnya tatapan itu hanyalah seperti kamuflase belaka untuk menutupi segala bentuk emosi dan perasaan yang tersimpan dihatinya. Karena sebenarnya sejak dulu hingga sekarang hanya pria itu yang mampu membuahkan ribuan emosi dan perasaan baginya.

“Untuk apa kau kemari?” tanya Shilla langsung. Dari nada bicaranya pria itu sadar kalau kehadirannya sepertinya tidak diharapkan. Ia paham itu dan sejujurnya hal itu membuahkan sebuah perasaan kecewa dihatinya.

“Salah kalau aku menemuimu? Kenyataannya kau adalah..”

“Get to the point, Choi Siwon-ssi” potong Shilla. pria bernama Choi Siwon itu melihat nada kesal yang Shilla lontarkan.

Tatapanmu tak seperti dulu lagi.

“Untuk apa kau kembali?” ucap Siwon akhirnya. Shilla berdecak singkat mendengarnya. Nada yang Siwon berikan terhadapnya jauh dari kata lembut. Yang ada hanyalah nada dingin yang terucap.

Kau sepertinya tak menyukai kepulanganku?

“Salah kalau aku kembali?” balas Shilla. seperti mengikuti ucapan Siwon sebelumnya. Sebuah pertanyaan yang sesungguhnya tak butuh jawaban. Karena sejujurnya keduanya cukup tahu jawaban pasti dari kedua pertanyaan itu.

“Tentu saja salah” jawab Siwon. Shilla sedikit terkesiap dengan jawaban Siwon tapi ia berhasil menahan emosinya. Sejujurnya ia tak menyangka Siwon akan bicara blak-blakan seperti itu.

“Kau sepertinya sangat tak suka aku pulang Choi Siwon-ssi? Kenapa? Sepertinya kau sangat membenciku” kata Shilla dengan ekspresi datarnya. Ia sudah kehilangan akal bagaimana harus mennghadapi pria di depannya. Bagaimana harus menunjukkan ekspresi di depan pria itu. Karena sejujurnya selama 5 tahun ini, waktu sanggup mendinginkan hatinya.

“Aku hanya tak suka kau kembali. Kau jauh lebih baik hidup di London. London lebih aman untukmu”

“Adam won’t be safe” sergah Shilla. siwon mengerutkan keningnya bingung.

“Adam?”

“Ne. Adam, nae adeul” jawab Shilla karena sepertinya pria di depannya itu tak mengerti siapa gerangan Adam itu.

Siwon terdiam sejenak setelah ucapan Shilla. entah karena apa hanya saja ia merasa sedikit tak suka dengan ucapan Shilla barusan. Ia tak tahu.

Kupikir namanya bukan Adam. Kupikir…

“Kenapa dia tak aman disana? Ia jauh lebih cocok tinggal disana” ucap Siwon. Dan kini giliran Shilla yang terdiam sejenak. Ia merasa tak sanggup menjawab langsung pertanyaan itu.

“Kau pikir selama ini ia baik-baik saja hidup di London? Hidup bersama orang-orang yang berbeda dengannya. Hidup dengan orang-orang yang bukan keluarganya. Kau pikir ia akan baik-baik saja hidup disana tanpa keluarganya sama sekali? Kau pikir ia akan baik-baik saja dengan semua isu perbedaan ras disana? No, he won’t” ucap Shilla tajam. Siwon terdiam lagi.

“Berhenti bersikap sok tahu dimana anakku cocok untuk tinggal. Aku ibunya dan aku paling tahu tentang dirinya. So, stop telling me what to do!” lanjut Shilla. siwon hanya menatap Shilla tanpa mengucapkan sepatah katapun. Sebuah perasaan nyeri menggelitik dada Siwon entah kenapa.

“Dan kau tenang saja Choi Siwon-ssi aku tak akan mengganggu hidupmu. Jadi kau jangan khawatir karena aku tak akan merepotkan hidupmu seperti dulu.”

Siwon menghela napasnya singkat. “Kalau begitu tinggalkan rumah ini. dan tinggallah bersamaku” titah Siwon. Tak ada nada lembut didalamnya hanya sekedar sebuah perintah yang harus dituruti.

“Aku sudah bilang kan? Berhenti menyuruhku ini dan itu. Dan menurutmu siapa dirimu hingga kau menyuruhku untuk tinggal bersamamu?”

“Shilla-ya kita…”

“No we’re not” potong Shilla lagi. Ia menatap tajam kedua mata Siwon.

“Not anymore” tambah Shilla. dan setelah itu ia membuang mukanya dari Siwon. Tak ingin melihat lebih jauh bagaimana reaksi Siwon setelah mendengar ucapan itu.

“Pergilah Choi Siwon-ssi!” usir Shilla. nada bicaranya memang halus tapi sungguh ia sama sekali tak melihat wajah Siwon.

Shilla-ya..

Ada yang masih ingin Siwon katakan sesungguhnya. Tapi melihat Shilla yang bahkan enggan untuk melihatnya membuat Siwon mengurungkan niatnya.

Hanya…masa lalu.

Shilla berusaha mematri kata itu dalam hati dan pikirannya. Tapi sebesar apapun ia berusaha melakukannya tetap saja itu tak akan mudah. Pria itu memang memiliki arti besar dalam masa lalunya. Atau bahkan mungkin pria itu masih memiliki efek tersendiri bagi Shilla. hanya saja ia berusaha menghalaunya. Berusaha membuangnya karena sejujurnya hal itu menyakitinya.

 

To Be Continued..

 

Oke SS couple edition is back..lol.. ff baru dan plot baru..mungkin sedikit mirip dengan Two Face tp sesungguhnya ff ini dalam plot yang sungguh berbeda..dan sejujurnya ff ini akan sedikit berbeda dengan genre saya selama ini.. (?) jadi maaf kalo masih amatir..lol..

Gmana? Aneh ya part pertama? Haha tenang aja part berikutnya bakal makin aneh kok..wkwkw 😀

Seharusnya ni ff udah publish kemaren cuma entah knapa kemaren inet saya bener2 minta digeplak..bahkan log in wp pun saya ga bisa..haha

Buat TPO yang pada nungguin afstor..saya ga bisa ngasih janji pasti..ide mah ada buat afstor Cuma lum ada waktu aja buat realisasi..jd ada kemungkinan TPO berakhir tanpa afstor..lol