Suffocated

Oke sebuah gebrakan baru (?) dari ss kopel. Jadi kalau aneh ya harap maklum.

dont read if you dont like it lol

Backsound : Dont Leave-Xia Junsu

Orang bilang pernikahan adalah sebuah yang indah. Mengatakan bahwa ketika kita menikah maka dunia rasanya sempurna. Tak ada yang lebih indah daripada berada di sisi orang yang kita cintai. Merasa memilikinya. Menjadi manusia paling sempurna karena dianugrahi pasangan yang akan menjadi teman seumur hidup kita.

Mungkin memang iya.

Tapi mungkin beberapa orang lain akan mengatakan bahwa semuanya berubah saat menikah. Ketika masih menjalin kasih mungkin semua terasa begitu indah. Hingga ketika keputusan menikah itu terucap maka rasanya dunia memang sempurna. Tapi toh nyatanya tak jarang semuanya berubah saat pernikahan itu telah terjalin. Yang awalnya terasa indah rasanya terasa pahit dan menyesakkan.

Perhatian yang dulu pasangan kita tunjukkan nyatanya perlahan mulai terkikis. Mungkin karena pengaruh keterbiasaan. Terbiasa hidup bersama, setiap hari yang dilihat hanya pasangan kita hingga rasanya tak perlu lagi memberi perhatian lebih seperti dulu. Rasanya tak perlu lagi memberi kesan special seperti saat menjalin kasih dulu.

Itu mungkin, dan nyatanya itu terjadi.

Wanita itu hanya bisa tersenyum getir ketika tetesan darah itu mulai keluar dari pori kulitnya. Hanya karena kecerobohannya. Sibuk memikirkan nasib pernikahannya, hingga jarum yang harusnya ia sulamkan bersama benang itu malah mencari korban yaitu jari telunjuknya.

Helaan napas berat keluar dari bibir wanita itu. Ia beranjak dari kursinya kemudian meraih tisu dan menyumbat darahnya. Pikirannya kembali berkelana, seiring dengan lelehan air mata yang mulai turun.

“How clumsy you are, baby girl!”

“Hya! Jangan!”

“Stst! Diamlah! I’m trying to cure you here” ucap pria itu dengan senyuman hangatnya. Kemudian kembali memasukkan jari kekasihnya ke dalam mulutnya. Menyesap darah yang baru saja keluar karena kecerobohan sang kekasih dalam mengiris bawang. Pria itu juga tak mempedulikan rasa bawang yang masih melekat pada jari sang kekasih. Yang ia pikirkan hanyalah menghentikan darah yang mengucur itu.

Lagi, wanita itu hanya bisa menghela napasnya. Semua terasa begitu indah. Dulu.

Perhatian kekasihnya, yang kini suaminya, terasa begitu tercurah hingga rasanya wanita bernama Park Shilla itu, tak berharap lebih selain terus berada di sisi sang pria. Tapi kemana sekarang pria itu? Kemana suaminya? Ia bahkan tak tahu.

Ia mendesah pelan. Melirik kearah jam dinding di ruangan itu dan ia tahu ini sudah saatnya menyiapkan makan malam. Kalau-kalau suaminya pulang.

Ya, ia bahkan lupa kapan terakhir kali suaminya pulang. Dan kalaupun suaminya pulang maka mereka tak ubahnya seperti orang asing. Suaminya hanya pulang untuk tidur. Makan malam yang Shilla siapkan pun rasanya tak tersentuh sama sekali. Tapi toh wanita itu masih menunaikan tugasnya sebagai istri dengan baik. Dengan atau tanpa perhatiaan suaminya, ia tetaplah istri yang harus menunaikan kewajibannya. Meski ia bahkan ragu apakah ia sudah memperoleh hak-nya sebagai istri beberapa bulan terakhir ini.

Shilla memilih untuk tak memikirkannya. Karena nyatanya tiap kali ia memikirkan hal itu, tiap kali ia menghitung berapa hari yang terbuang sia-sia untuknya menangisi kehidupannya kini, hanya akan membuahkan luka baru di hatinya. Menambah deretan luka yang kian bertambah hari demi hari. Hingga rasanya ia bahkan tak tahu sampai kapan ia akan bertahan.

***

Shilla menyibukkan dirinya di dapur sejak dua jam yang lalu. Sore tadi Siwon, suaminya,  mengirimkan pesan singkat bahwa ia akan membawa beberapa teman untuk makan malam bersama. Dan itu artinya, suatu tugas untuk Shilla menyiapkan jamuan yang enak, berharap tak mengecewakan tamu yang diundang. Terlebih, berharap tak mengecewakan Siwon.

Shilla tak tahu kenapa, tapi rasanya beberapa bulan terakhir yang ia lakukan hanyalah membuat Siwon kecewa. Terbukti dengan suaminya itu kerap marah padanya. kesalahan kecil rasanya bisa menjadi sebuah bahan pertengkaran yang tak berujung. Ia bahkan terkadang tak tahu apa salahnya ketika Siwon tengah kecewa dan memarahinya.

Shilla meletakkan santapan lezat itu di meja makan dengan rapi. Ia bahkan memperhatikan tiap detail posisi hidangan itu, ingin terlihat sempurna. Karena ia sangat yakin dengan rasa masakannya, pada dasarnya ia memang dikaruniai tangan dingin untuk bisa menciptakan makanan lezat. Ia hanya ingin dekorasi dan tata letak hidanganpun juga sesempurna rasa masakannya.

CEKLEK

Shilla sontak menolehkan kepalanya ke arah pintu. Ia tak perlu menebak siapa yang pulang. Karena satu-satunya yang tahu password apartemen mereka hanyalah Siwon. dan benar saja, Shilla bisa mendengar suara Siwon dan beberapa suara lain yang Shilla yakin itu adalah suara teman-teman Siwon. yang tentu saja Shilla tak mengenal mereka siapa.

“Woah rumahmu rapi juga Siwon-ah” pujian itu hanya ditanggapi senyuman oleh Siwon. ia meletakkan tas kerjanya asal, karena itu tahu ada seseorang yang akan memungutnya dan meletakkannya di tempat seharusnya. Shilla tentu saja.

“Ne. Untuk pria lajang kurasa ini terlalu rapi” Shilla bisa mendengar ucapan berikutnya itu. Sepertinya dari teman Siwon yang lain karena suaranya berbeda dengan suara sebelumnya.

“Ah kalian ini! Duduklah ! ah atau kalian mau langsung makan?”

“Kau sudah menyiapkan makan malam?” pria bermata sipit itu berusaha membulatkan matanya, kaget. Siwon hanya tersenyum kemudian menggiring ketiga temannya itu menuju ruang makan. Dimana Shilla berada.

Shilla hanya membeku di tempatnya. Menatap tiga pria dengan stelan kaos polo yang membalut indah tubuh mereka. Ketiganya memiliki kemiripan dengan suaminya. Sama-sama tampan. Dari tiga pria itu Shilla hanya mengenal seseorang, Park Yoochun. Karena memang Yoochun adalah teman lama Siwon dan sempat beberapa kali berkunjung ke rumah mereka. Yoochun pulalah yang mengajak Siwon untuk masuk club golf beberapa bulan lalu.

“Woah, siapa dia Siwon-ah? kekasihmu?”

“Atau istrimu?”

Shilla kembali diam mendengar pertanyaan dari kedua teman lain Siwon itu. Siwon hanya memandangnya tenang kemudian menarik kursi dan duduk. Sepenuhnya mengabaikan pertanyaan penasaran dari kedua temannya.

“Jangan dihiraukan! Bukan siapa-siapa”

“Eo? Jinjja? Kupikir dia adikmu atau mungkin kekasihmu?”

“Haha, aniyo. Hanya…yang biasa bersih-bersih rumah.”

“Woah she’s too beautiful to be a maid. Can I hit on her?”

Hati Shilla mencelos mendengar percakapan itu. Ia menundukkan kepalanya. Menatap kearah kakinya sembari pikirannya berkelana. Memikirkan semua hal yang rasanya menyesakkan.

Apa aku begitu hina hingga kau tak mengakuiku?

Yoochun sama seperti Shilla juga terkaget dengan ucapan Siwon. bagaimana mungkin ia tak mengakui Shilla sebagai istrinya? Berbagai pertanyaan menyelimuti Yoochun tapi ia mengesampingkannya. Memilih untuk mempertanyakan hal ini kemudian.

Shilla mendongakkan kepalanya. Tersenyum getir kemudian membungkukkan badannya. Detik berikutnya ia sudah berlalu dari ruang makan itu. Dengan langkah berat ia memasuki kamarnya.

Tangisnya pecah di dalam kamar. Ia frustrasi, ia kesal, dan ia marah. Tapi untuk siapa ia bisa mengatakannya? Ia bahkan mulai bias akan statusnya sekarang.

Apa selama ini kau hanya menganggapku seperti itu?

Kalau Shilla boleh menghitung maka ia akan mengatakan bahwa perubahan sikap Siwon terjadi sejak ia bergabung dalam club golf itu, yang memang club itu adalah club golf untuk para socialita. Tapi Shilla tak berani berasumsi dan menyalahkan club itu. Toh dalam club itu juga ada Yoochun yang sikapnya tetap sama. Mungkin semuanya salah dirinya? Salah dirinya karena tak bisa menjadi istri yang baik? Shilla tak mengerti.

***

Shilla tak berniat sama sekali untuk mengalihkan pandangannya. Ia sangat tahu siapa yang memasuki kamar mereka. Ia sangat tahu siapa yang kini merebahkan tubuhnya di sampingnya. Shilla tak ingin menolehkan kepalanya. Tak ingin membalikkan badannya. Tak ingin memandang sedikitpun suaminya.

Ia sangat tahu kalau sekarang Siwon bahkan belum tidur. Seperti dirinya. Shilla hanya bisa menatap kosong dengan menggenggam selimut yang menutupi hampir seluruh tubuhnya itu erat. Ia sudah mengeluarkan tangisan bisunya sedari tadi. Tak ada isakan tangis hanya saja air matanya terus mengalir.

“Tak ada yang ingin kau katakan?”

“Eopseo” jawab Siwon dingin. Shilla memejamkan matanya singkat, menahan ribuan sesak yang semakin lama semakin menjalar memasuki seluruh rongga-rongga hatinya.

“Jadi…aku tak lebih dari seorang pelayan di matamu?” Tanya Shilla lirih. Getar kesedihan jelas kentara disana. Tapi Siwon mengabaikannya. Ia hanya diam.

“Apa aku begitu memalukan hingga kau tak mau mengakui istrimu yang sudah kau nikahi dua tahun ini?” pertanyaan itu Shilla lontarkan juga akhirnya.

Siwon menghela napasnya kemudian bangkit dari posisi berbaringnya. Ia memalingkan wajahnya. Dan Shilla mengikuti posisi Siwon. ia duduk sembari menatap ke arah Siwon yang tak menatapnya sama sekali itu.

“Kenapa kau tak jawab, Oppa?”

“Just shut up will you? Aku lelah dan aku ingin istirahat bukan mendengar rengekanmu seperti itu” ucapan Siwon terdengar dingin. Karena memang Shilla sudah tak ingat lagi kapan terakhir kali Siwon berucap lembut dan manis.

“Merengek? Aku hanya ingin tahu alasan dibalik sikap dinginmu padaku. Apa itu salah?” Tanya Shilla lagi. Siwon memalingkan wajahnya kearah Shilla. Menatap istrinya itu dengan tatapan kesalnya.

“Aku hanya ingin tahu kenapa kau tak mengenalkanku pada teman-temanmu? Kenapa kau enggan menyebutku istrimu? Aku begitu hina di matamu? Huh?”

“Ya sekarang lihat saja dirimu! Do you think I will introduce an ugly wife to my friends? They will mock me for sure”

TESS

Ucapan Siwon itu rasanya bagaikan sebuah belati yang mencabik-cabik Shilla. Begitu pedas dan tajam. Rasanya ungkapan bahwa lidah jauh lebih tajam dari sebuah pedang adalah benar adanya. Rasanya begitu menyakitkan.

Siwon mengangkat tubuhnya dan berjalan menuju pintu. Berusaha keluar dari ruangan yang menyesakkan itu.

Shilla hanya bisa terpaku saat Siwon membanting pintu kamarnya. Entah akan kemana. Shilla tak tahu. Ia terlalu sibuk menatap luka di hatinya hingga rasanya ia enggan memikirkan akan kemana suaminya itu pergi.

“Aniya. You don’t need to put make up on to make your self beautiful. Karena untukku kau adalah bidadari paling cantik Shilla-ya”

“Gombal!”

“Hey itu benar! You’re so beautiful Shilla-ya”

Shilla menangis pilu. Rasanya ucapan Siwon beberapa tahun silam itu hanyalah ucapan gombal semata. Semuanya hanyalah sebuah kebohongan hanya untuk memikat hatinya. Karena nyatanya apa yang Siwon katakana beberapa menit lalu berbeda adanya.

Shilla tak menampik kalau wajahnya hanya biasa. Tak secantik dan seseksi model-model di luar sana. Ia hanya mengenakan baju biasa dan sangat sederhana, tak menunjukkan bahwa dirinya adalah istri seorang asisten direktur ternama. Tak menunjukkan betapa berkecukupan suaminya. Karena memang ia merasa itu tak perlu. Ia hanya akan berdandan kalau memang ada acara penting bersama Siwon. selebihnya ia tak pernah memusingkan untuk memasang make up berlebihan. Dan selama ini bukankah Siwon tak mempermasalahkan hal itu? Tapi kenapa rasanya sekarang semuanya berubah?

Shilla tahu dirinya tak pantas disebut cantik dibandingkan teman-teman Siwon dikantor yang pastinya pandai bersolek. Tapi apakah harus begitu cara Siwon mengatainya? Istri yang seharusnya dipuji justru dihina? Apakah harus seperti ini caranya?

Shilla melirik kearah foto pernikahan mereka dua tahun silam. Keduanya tersenyum bahagia Foto itu adalah foto pernikahan mereka satu-satunya yang terpajang. Awalnya ada sebuah figura besar yang terpasang di ruang tamu apartemen mereka itu sayangnya beberapa hari lalu figura itu bahkan tak sengaja terjatuh saat Shilla tengah membersihkan foto mereka itu.

Apakah pernikahan kita akan berakhir seperti figura itu?

Shilla tergugu setelahnya. Ketakutannya terbesar kini adalah hal itu. Sungguh demi Tuhan ia tak ingin pernikahannya hancur. Ia begitu mencintai Siwon hingga rasanya ia tak sanggup untuk berpisah dari suaminya itu. Dan kalau ada cara untuk mempertahankan pernikahan itu maka ia akan melakukannya. Meski harus menerima semua sikap dingin Siwon sepertinya Shilla rela. Asalkan ia masih bisa merasakan kehadiran Siwon di sampingnya, sepertinya itu cukup.

Hanya saja pertanyaanya, seberapa besarkah kesabaran Shilla? Seberapa kuat ia harus menahan semua sesak yang rasanya tiap hari kian bertambah itu? Sesak yang rasanya bisa membunuhnya itu?

Shilla tak tahu. Ia hanya berdoa, agar Tuhan masih baik terhadapnya.

***

Lapangan golf itu terlihat menyejukkan dengan nuansa hijau yang membentang. Hanya ada beberapa orang di lapangan itu. Dan itu termasuk Siwon dan teman-temanya yang ia pernah bawa ke rumah. Termasuk Yoochun.

Pria bernama Yoochun itu berjalan mendekati Siwon yang tengah terduduk. Keduanya tengah istirahat, berganti kini Bryan dan Daniel yang tengah berlatih.

Yoochun mengamati Siwon yang sepertinya tengah larut dalam pikirannya. Pandangannya memang menatap ke arah kedua temannya yang tengah bermain. Tapi Yoochun tahu kalau pikiran Siwon tengah berkelana.

“Sepertinya banyak yang kau pikirkan. Mwoya?” pertanyaan itu sontak membuat Siwon tersentak. Ia menolehkan kepalanya dan menatap Yoochun di sampingnya. Siwon hanya tersenyum.

“Eopseo.”

“Boleh aku bertanya?” Tanya Yoochun ragu. Siwon menatapnya sekilas kemudian menganggukkan kepalanya.

“Kau…tempo hari… kenapa berkata seperti itu tentang Shilla?” Tanya Yoochun akhirnya. Siwon tahu cepat atau lambat Yoochun akan menanyakan hal ini juga.

“Gwenchana” jawab Siwon sekenanya.

“Kau sedang ada masalah dengan istrimu?”

Siwon menggeleng. “Aniya. Semuanya baik-baik saja”

Yoochun mengamati Siwon kemudian menepuk pundak sahabatnya itu. “Hey, kalau kau ada masalah kau bisa mengatakan padaku, siapa tahu aku bisa membantu. Aku mungkin memang belum menikah tapi kurasa aku bisa menjadi pendengar yang baik” tawar Yoochun. Siwon tersenyum tipis.

“Gomawo. Tapi sungguh tak ada apapun”

“Geotjimal! Kalau kau tak ada masalah tak mungkin kau tak mengakui Shilla itu istrimu”

Siwon menghela napasnya. “Araseo. Kami memang sedikit ada masalah. Sedikit bertengkar”

“Tapi kurasa sikapmu itu berlebihan Siwon-ah. dia istrimu dan rasanya kalau kau menganggapnya sebagai pelayan itu adalah keterlaluan. I knew how hurt she was that time” ucap yoochun.

“Itu masalahku dengannya Yoochun-ah. kumohon jangan ikut campur!”

Yoochun berdecak singkat. “Hey I’m trying to help you here”

“I don’t need your freakin help”

Yoochun menghela napasnya kesal. Ia bangkit dari duduknya. Ia tolehkan kepalanya sebelum ia melangkahkan kakinya meninggalkan Siwon.

“Dia terlihat kurus. You gave her a hard time, didn’t you? Just hope she won’t leave you” ucap Yoochun kemudian melangkahkan kakinya pergi.

Ekspresi Siwon tetap sama. Tetap tenang dan mungkin…kosong? Entahlah. Sama seperti Yoochun, sesungguhnya Siwon juga tak mengerti dengan dirinya sendiri.

***

Shilla menekuk lututnya, membenamkan kepalanya diantara lututnya. Orang yang melihat posisinya kini pasti bisa langsung menebak kalau dirinya tengah mengalami depresi atau semacamnya. Kenyataanya memang begitu kan?

Sejak pertengkaran mereka beberapa hari lalu Siwon tak pernah pulang ke rumah. Membuahkan sebuah kecemasan dan ketakutan yang selama ini menghantui Shilla semakin menyiksanya. Entah sudah berapa kali ia mengirimi pesan untuk Siwon tapi diabaikan. Entah sudah berapa kali ia menelepon Siwon tapi tak pernah diangkat.

Shilla merindukan suaminya. Teramat. Ia mencemaskan suaminya diluar sana. Ia tahu Siwon telah melukainya tapi rasanya ia tak bisa jika tak merindukannya. Mencemaskan suami yang bahkan mungkin tak memikirkannya sama sekali.

Well, she’s too stupid to hate him. That foolish wife who loves him so much.

Ia masih berharap Siwon akan pulang malam ini. Berharap suaminya itu akan tersenyum lembut padanya dan meminta maaf. Berharap suaminya akan menyeka air mata Shilla dan mengatakan betapa ia mencintai istrinya itu.

How I miss our old time Oppa.

Shilla menangis lagi. Ia memukul dadanya yang sesak. Memukuli dadanya berkali-kali. Berharap sebuah perasaan sesak yang menghimpit itu akan hilang dengan pukulan kecilnya. Tapi rasanya semaunya tetap sama. Tetap terasa sesak dan menyiksa.

Pulanglah Oppa!

Sepertinya Tuhan mengabulkan permintaan Shilla. Terbukti dengan bunyi pintu terbuka. Ia cukup tahu kalau suaminya pulang ke rumah.

“Oppa!” pekiknya lega. Tanpa pikir panjang Shilla berhambur kearah SIwon dan memeluk suaminya itu.

Wanita itu memejamkan matanya. Entah bagaimana menggambarkan kerinduannya kini. Ia sangat merindukan suaminya. Sangat rindu. Hingga rasanya Ia rela jika harus terus memeluk SIwon seperti ini. Tak ingin sedikitpun melepaskan suaminya itu.

Siwon tak membalas pelukan Shilla. Yang ia lakukan berikutnya justru menambah deret kekecewaan yang Shilla rasakan. Siwon melepas pelukan Shilla.

“Minggirlah, kau membuatku sesak” ucapan itu terdengar dingin. Shilla terdiam di tempatnya. Meredam kecewa dan sedih yang ia rasakan.

“Hya Oppa! Lepaskan! Tak enak dilihat eomeoni dan abeonim!”

“Shireo! I like to hug you like this. So warm”

“Keureonde…”

“Sstt! Shut up or I will kiss you right here, right now!”

Shilla memalingkan wajahnya. Kenapa disaat seperti ini kilatan memori mereka justru terasa semakin menyiksanya? Kenapa rasanya setiap perlakuan Siwon padanya 180 derajat berbeda dari sebelumnya? Apa yang salah dari dirinya hingga ia harus mengalami sesak seperti ini?

Masih kuatkah aku bertahan?

“Geumanhae!” lirih Shilla berkata. Ia masih memalingkan wajahnya.

“Mwo?”

“Berhenti menyiksaku seperti ini Oppa!” ucap Shilla. Kini ia kembali menatap Siwon. pria itu bisa melihat wajah sembab sang istri.

“Apa yang kau katakan?”

“Berhenti bersikap seolah aku ini orang asing! Berhenti menyiksaku dengan semua sikap dinginmu. I feel suffocated here. Just please stop!” Shilla memohon lirih. Menatap dengan penuh harap wajah suami yang begitu ia cintai itu.

Siwon tak menunjukkan ekspresi seperti yang Shilla harapkan. Wanita itu berharap Siwon akan menunjukkan ekspresi sedih, ataupun menyesal. Tapi sepertinya tidak.

“Kenapa kau seperti ini Oppa? Apa salahku sebenarnya?”

Siwon masih diam. Tak menanggapi apapun. Hanya memandang kearah Shilla tanpa kalimat yang terucap sedikitpun.

“Wae? Apa karena aku belum memberimu keturunan. Begitukah?” Shilla memandang Siwon cemas. Kenyataanya memang sejak mereka menikah dua tahun lalu, Tuhan belum mengijinkan mereka memiliki keturunan. Dan jujur saja Shilla takut kalau hal ini adalah alasan kenapa Siwon berubah akhir-akhir ini.

“Aniya.”

“Keureom wae? Apa eomeoni dan abeonim memberatkanmu? Apa mereka mendesak untuk meminta keturunan?” lagi Shilla bertanya. Berusaha mencari kemungkinan setiap perubahan sikap Siwon padanya.

Kehidupan rumah tangga mereka memang tak sepenuhnya mulus sejak awal. Selain isu momongan itu, memang mertua Shilla kerap mendesak pasangan itu untuk segera memberi mereka cucu. Bukan salah mereka memang, semua orang tua pasti akan mengharap hal yang sama kan?

“Aniya”

“Oppa, kalau itu masalahnya maka…kumohon jangan menyerah. Aku juga sangat ingin memberimu keturunan keureonde, Tuhan masih belum memberinya, bukan? Kita sama-sama sehat bukan? Jadi kumohon…”

“Aniya! I said its not about it! Tidakkah kau mengerti, huh?” pekik Siwon. shilla sontak terdiam. Entah sudah ke berapa kalinya Siwon membentaknya beberapa bulan terakhir ini. Shilla sudah tak sanggup untuk menghitungnya. Siwon yang lembut nyatanya sudah tak ada lagi.

“Keureom wae? Wae? Wae Oppa?” Shilla terisak pelan. Ia menatap Siwon frustasi.

Apakah disini hanya aku yang ingin memperbaiki semuanya?

“Aish! Berhenti bersikap cengeng seperti itu!”

“Oppa…”

“Stop crying will you?” lagi. Ucapan Siwon terdengar keras dan memerintah.

“Keureom…kalau ada yang salah padaku kumohon maafkan aku. Keureonde, jebal….kumohon berhenti memperlakukan aku seperti ini. Kalau aku ada salah kumohon katakanlah! Aku…aku….aku janji akan memperbaikinya, eo?” permintaan Shilla terdengar memelas. Siwon memalingkan mukanya.

Apa aku begitu menjijikkan hingga kau tak mau menatapku?

“Tak ada yang salah. Aku hanya….lelah”

DEG

Shilla terpaku di tempatnya. Kecemasan dan ketakutan kini semakin menyiksanya.

“Are you….tired of me?” pertanyaan itu sejujurnya begitu sulit untuk Shilla ucapkan. Tapi rasanya ia ingin tahu apa yang sebenarnya Siwon rasakan. Karena jujur Shilla tak bisa tidur tiap kali memikirkan hal itu.

Siwon hanya diam mendengar pertanyaan itu. Membuat Shilla semakin gugup dibuatnya. Ketakutan terasa begitu kuat menyergap.

“Let just forget everything”

Shilla membekap mulutnya. Sesekali menyeka air matanya yang terus saja menetes tanpa bisa ia hentikan. Hatinya begitu sakit mendengar ucapan itu.

Pria yang begitu ia cintai. Pria yang berarti segalanya untuknya bahkan menjadi satusatunya alasan sakit hatinya. Dan kini suaminya itu bahkan mengatakan untuk melupakan segalanya. Melupakan setiap detail memori yang pernah tercipta? Melupakan begitu saja berapa jalinan waktu yang telah mereka tempuh bersama? Hanya untuk sebuah alasan yang bahkan sampai sekarang Shilla tak tahu kenapa.

Semudah itukah kalimat itu terucap? Semudah itukah menyuruh seseorang untuk melupakan jalinan yang terbina enam tahun terakhir ini? Semudah itukah menghancurkan hati yang rapuh itu?

“Jadi itu yang kau inginkan?” tanyanya berani. Dengan linangan air mata yang terus saja mengalir.

Siwon terpaku di tempatnya. “Ne” ucapnya lirih.

Saat itu Shilla tak bisa mendeskripsikan betapa hancurnya perasaanya. Jalinan kasih yang sudah bertahun-tahun terbina runtuh begitu saja. Perih itu rasanya membuatnya kelu.

Saat itu Shilla tahu semuanya akan berakhir. Seberapa kuat ia mencoba mengingkari tapi rasanya hatinya tak sanggup lagi menahan sesak yang terus menyiksanya. Hatinya terlalu kecil untuk kembali bersabar. Hatinya terlalu rapuh untuk kembali kuat.

Ia tahu, ia tak bisa lagi.

“Araseo. Araseo….araseo” ucapan itu terdengar bergetar. Ia terisak pelan. Kemudian dengan gontai berjalan menuju pintu. Ia terdiam disana.

Hatinya pilu ketika semua memori indahnya di rumah itu terlintas begitu saja. Semua kenangan manis, semua senyuman, semua tawa, semua janji yang terdengar manis. Semuanya kini terasa hanyalah sebuah mimpi.

Atau mungkin semuanya adalah sebuah kebohongan?

Ia tak pernah tahu akan seperti ini rasanya. Tak pernah tahu akan sesakit ini untuk menyerah. Napasnya terasa sesak dan hatinya terasa tercabik-cabik perih.

Why my heart hurt so much? Being by your side is hurt….but give up on you way more painful.

“Saranghae…jeongmal saranghae” ucapnya lirih untuk terakhir kalinya. Kemudian benar-benar melangkahkan kakinya meninggalkan rumah bersejarah mereka. Meninggalkan rumah itu dengan luka hati yang begitu dalam.

Shilla bahkan tak peduli kalau barang-barangnya masih ada di rumah itu. Yang ia pedulikan adalah keluar secepatnya dari rumah yang terasa mencekiknya perlahan. Toh ia masih bisa mengambil barang-barangnya nanti. Mungkin menyuruh orang, ia tak tahu. Yang jelas ia ingin keluar secepatnya.

Siwon kaku di tempatnya. Menatap punggung Shilla yang mulai hilang di balik pintu. Menatap sosok istrinya yang pergi dengan torehan luka di hatinya begitu dalam. Dan ialah penyebabnya.

TESS

It’s so freaking hurt inside.

Siwon hanya bisa berdiri mematung. Ia tak berniat sama sekali menghapus air matanya yang mengalir. Ia bisa merasakan perih yang Shilla rasakan. Bisa merasakan luka yang ia sendiri yang menorehkannya.

“Mianhae” lirihnya. Suaranya bergetar serak. Ia ambruk di lantai. Menanngis pilu disana.

Don’t leave, don’t leave me, why couldn’t I say those words?

Because of my foolish pride I stupidly let you go.

“I hope we never met before, so I couldn’t see you hurt like this” ia berbisik lirih. Ia seka air mata di pipinya.

Tangan Siwon terulur memegang dadanya. Meremas kuat kemejanya. Berusaha menghentikan perih yang menghimpit dadanya tapi rasanya usahanya itu tak ada gunanya.

I love you, I love you like this – words I can’t ever say again.

Tidak. Cinta tidak hilang begitu saja. Tidak pudar begitu saja. Jalinan cinta yang begitu kuat terbentuk tak akan pupus begitu saja layaknya hembusan angin yang membawa debu-debu halus. Cinta masih ada di hati. Hanya saja terkadang ada beberapa alasan hingga seseorang memilih untuk mengakhirinya. Bukan berarti karena cinta itu telah hilang. Tapi ketika ia merasa bahwa orang yang ia cintai akan hidup lebih baik tanpa cintanya.

No, Choi Siwon never stop loves his wife, for once. He just stupidly let her go.

For a reason that his wife would never know.

Don’t leave, don’t leave, don’t leave like this — words that echo in my heart
They scatter above to the empty sky

 

~THE END~

 

Oke tamat. Hihihi… *ngumpet di dada siwon*

Failed kan? Emang.

Ga biasa bikin ss kopel brakhir angst jadi kalau ga dapet feel atau semacamnya saya minta maaf ya. Ane hanya mecoba menyalurkan ide yg tiba2 muncul di otak gara2 denger lagu Don’t leave-Xia Junsu. Dan beginilah jadinya, kalau aneh ya maaf saja haha.

Reminiscence ada yg kangen? Kalau ada maka harap bersabar ya…lol

Bye bye… 😀