A Perfect Facade Part 3

Ketika banyak orang mengatakan bahwa musik indah dapat menghipnotis, seperti membawa kita pada dunia lain yang ingin musik itu tunjukkan. Shilla tak pernah percaya akan hal itu. Dulu ia hanya menganggap musik sebagai hal biasa. Hanya sebuah sarana yang bisa membuat hati kita lebih baik –atau sekedar hiburan- dengan alunan indah nada-nada.

Hingga ia ditunjukkan sesuatu yang lain sekarang. Ia seperti menjilat ludahnya sendiri ketika kini ia merasa seolah benar-benar terbawa dengan musik yang dipertontonkan di hadapannya. Seorang temannya –Kyuhyun- dan beberapa rekannya yang Shilla tak kenal tengah mempertontonkannya bahwa musik bisa membawanya terhanyut. Shilla seolah bisa merasakan klasiknya era dulu dalam setiap babak yang musikal itu sajikan.

I never knew you were this good, Kyuhyun-ah.

Shilla tak kuasa memuji Kyuhyun sedari tadi. Bibirnya mengulas senyum sedari tadi ketika Kyuhyun bernyanyi dengan penuh penghayatan. Ketika tiba-tiba Kyuhyun bermain instrumen –piano yang terkesan klasik- dengan sangat indah.

Shilla tak menampik kalau ia menikmati pertunjukkan yang Kyuhyun dan rekan musikalnya coba untuk sajikan terhadap seluruh penonton di hallroom itu. Meski sejujurnya awalnya Shila tak bisa sepenuhnya menikmati musik itu. Entahlah tapi ia merasa di awal-awal pertunjukkan itu berjalan, Kyuhyun tampak tak fokus. Atau mungkin itu hanyalah sebuah ke-sok tahuan semata Shilla. Dirinya bukan seorang pengamat musik atau semacamnya, bukan? Jadi tahu apa dia tentang musik dan penghayatan di dalamnya. Hanya saja seiiring dengan berjalannya waktu Shilla merasa Kyuhyun mulai bisa mengimbangi alunan musik dan memberikan performa yang bagus.

Mungkin ia hanya gugup di awal.

Suara tepukan terdengar membahana di hallroom itu. Siul-siulan pujian mengiringi –sejalan dengan ditutupnya tirai pertunjukan itu, menandakan bahwa acara malam itu telah selesai.

You did a great job, Kyuhyun-ah!

Shilla tersenyum puas. Kemudian memilih untuk mengikuti pada penonton yang lain meninggalkan gedung pertunjukkan itu. Dengan hati puas dan terhibur tentu saja.

Shilla merasakan saku celana jeans-nya bergetar. Bukan sakunya yang bergetar sebenarnya melainkan ponsel yang berada pada saku itu. Ia segera membuka ponselnya dan sebuah pesan masuk terpampang disana.

Jangan dulu pulang! Temui aku di backstage!

Pesan singkat itu Shilla sangat tahu dari siapa. Dari Kyuhyun tentu saja. Dengan senyuman yang masih terkembang di bibirnya Shilla berjalan menuju backstage.

Tak butuh waktu lama untuknya tiba disana. Kyuhyun sudah berada di ambang pintu backstage –masih dengan costumnya.

“Wae?” tanya Shilla tanpa basa-basi. Kyuhyun memamerkan giginya sembari tersenyum.

“Bagaimana penampilanku?”

“Kau ingin jawaban jujur atau bohong?” Shilla balik bertanya. Kyuhyun mengerucutkan bibirnya kesal.

“Jujur tentu saja” kesal Kyuhyun. Shilla terkekeh kecil. Ia mengacungkan jempolnya ke arah Kyuhyun.

“Keren! Aku tak pernah menyangka kau bisa sekeren ini di atas panggung tadi” jujur Shilla. Mata sumringah yang Shilla tunjukkan cukup membuat Kyuhyun yakin bahwa temannya itu tak bohong sama sekali. Membuahkan sebuah perasaan lega di dadanya.

“Komentarmu itu tak bias karena aku ini temanmu, kan?”

Shilla menggeleng singkat. “Aniya. Aku menikmatinya. Dan penonton lain juga begitu kurasa. You did great” ucap Shilla. Sekali lagi Kyuhyun menghela napasnya.

Shilla menautkan alisnya bingung “Kau sepertinya sangat peduli dengan komentarku. Kenapa?”

“Karena bagaimana penampilanku hari ini berjalan sangatlah penting.”

“Wae?”

“Karena kalau aku behasil menguasi malam ini itu artinya…aku bisa membuatnya bangga suatu saat nanti” ucap Kyuhyun tersenyum tipis. Tapi dari senyumnya Shilla seperti bisa melihat gurat kesedihan.

“Siapa?”

Pertanyaan itu tak dijawab oleh Kyuhyun. “Hey sudah malam. Kau mau menunggu sebentar dan kuantar pulang?”

Shilla menggeleng. “Gwenchana. Aku bisa pulang sendiri. Kau pasti lelah dan masih harus mengemasi barangmu. Akan lama kalau aku menunggumu. Tidak apa, kan?”

Kyuhyun mengangguk mengerti. “Eo. Kau hati-hati kalau begitu”

“Ne. Na kanda!” ucap Shilla kemudian melambaikan tangannya pada Kyuhyun dan berjalan pulang. Hanya saja ketika ia telah mencapai loby ia menangkap sosok yang ia kenal.

Choi sajangnim?

Shilla terdiam singkat. Memperhatikan pemilik perusahaan tempatnya bekerja dengan seorang wanita yang sepertinya istrinya. Keduanya berjalan ke arah backstage. Membuat Shilla memiringkan kepalanya sejenak.

Apa kerabatnya adalah salah satu penampil di musikal tadi? Ah molla.

=A Perfect Facade Part 3=

“Seperti biasa?” pertanyaan itu hanya dijawab anggukan singkat dari seorang pria yang mengenakan kacamata hitam. Menutup sebagian wajahnya meski kesan tampan masih tercetak jelas disana.

“Tunggu sebentar!” ucap seorang florist wanita itu. Ia lantas berjalan menjauh dari pria itu dan mengambil pesanan yang biasa pria itu beli.

“Ini!” ucapnya ketika ia kembali lagi. Menyerahkan sebuket bunga yang biasa pria itu beli. Dengan tenang pria itu mengambil dompet di saku celananya dan menyerahkan beberapa lembar uang pada florist itu.

“Kamsahamnida” ucap sang pria singkat kemudian meraih buket bunga itu dan tanpa mengambil kembalian dari uangnya langsung pergi meninggalkan tempat itu.

“Imo, memangnya…” ucapan seseorang terhenti. Seorang gadis dengan kaos berwarna kuning dan celana jeans terdiam di dekat pintu kaca. Menatap pria yang baru saja keluar dari toko bunga itu.

“…tidak musim tulip lagi?” lanjutnya sembari berbisik. Pandangan matanya masih mengikuti sosok pria yang kini sudah memasuki mobilnya. Ia hanya bisa melihat sosok pria itu dari samping dan belakang. Entah kenapa ia merasa kenal dengan punggung pria yang mengenakan stelan celana jeans biru dan kaos hitam miliknya.

“Kenapa kau diam disitu?” ucap sang penjual bunga. Memperhatikan gadis itu dan kemudian pada mobil hitam yang sudah melaju.

“Aniya….keunyang…”

Mata sang florist menatap gadis itu, “Kau mengenal pria barusan, Shilla-ya?” tanyanya pada gadis yang tak lain adalah Shilla. Shilla menggelengkan kepalanya.

“Aniya. Hanya saja…seperti mengenalnya. Memangnya dia siapa, Imo?”

Sang wanita paruh baya mengangkat bahunya.”Entahlah. tapi dia konsumen tetap dan special  toko ini. Dan ia selalu membeli bunga yang sama”

“Oya? Beli apa memang dia?”

“Mawar putih”

Wajah Shilla tampak kecewa. “Kupikir bunga langka yang ia beli sehingga membuatnya special”

“Yang special bukan dari jenis bunganya tapi jumlahnya”

“huh?” Shilla menatap wanita itu tak mengerti.

“Dia selalu membeli 11 tangkai bunga mawar putih. Pernah suatu saat pegawaiku salah menghitung dan memberikan 12 tangkai terhadapnya dan ia langsung marah di tempat. Dan kuberi tahu bahwa ia sangat menakutkan saat marah”

Seperti si Choi Siwon itu.

Shilla memaki dirinya dalam hati. Kenapa di saat yang tak ada hubunganya dengan bossnya itu ia justru tanpa sadar memikirkannya. Dan kenapa juga ia harus tiba-tiba memikirkan pria itu. Hanya saja pernyataan bahwa pria itu menakutkan saat marah membuat Shilla langsung ingat pada sosok Siwon yang memang begitu.

“Memangnya apa specialnya dengan 11 tangkai itu, Imo?” tanya Shilla. Berusaha menghalau pikirannya untuk semakin mengingat sosok Siwon. Seminggu 5 kali bertemu dan menghadapi tingkah seenaknya rasanya sudah cukup jadi tak perlu di hari minggu yang cerah itu pikirannya juga teracuni oleh si boss. Begitulah yang Shilla pikir.

Florist itu tersenyum hangat, “11 tangkai bunga mawar menunjukkan bahwa siapapun orang yang ia berikan bunga itu adalah orang paling berharga dalam hidupnya. Orang yang paling ia cintai di dunia ini melebihi dirinya sendiri” terang sang bibi penjual bunga. Shilla hanya menganggukkan kepalanya.

“Kurasa orang yang pria itu berikan karangan bunga adalah orang yang beruntung”

“Ne aku juga sependapat”

=A Perfect Facade Part 3=

“Noona! Eoni!” pekikan sambutan riang itu mengiringi Shilla begitu ia memasuki taman bermain di panti tempat dirinya ikut besar. Ibunya pernah bekerja disana meski kini tak lagi. Dan sembari sang ibu menjaga panti maka Shilla tak lepas dari pengawasannya. Jadi secara tidak langsung Shilla besar dalam lingkungan panti itu.

“Bagaimana jagoan kecil eoni, huh? Kalian bersikap baik?” tanya Shilla pada anak-anak kecil yang rata-rata umur mereka baru 8 tahun. Mereka menganggukkan kepalanya.

“Dangyunhaji!” jawab salah satu anak lelaki mantap. Shilla tersenyum lembut padanya.

“Kalian bukankah seharusnya jam segini sedang ada les musik? Eyyyy, jangan bilang kalian membolos?” mata Shilla menyipit sembari menatap mereka. Dengan kompak anak-anak kecil itu menggelengkan kepalanya.

“Les musiknya baru saja selesai” ucapan yang terlontar itu sontak membuat Shilla mendongakkan kepalanya. Menatap Kyuhyun yang tersenyum padanya. Ia menggandeng dua anak kecil di tangan kanan dan kirinya. Kedua anak itu berwajah serupa –kembar- dengan rambut kuncir dua mereka.

“Kau baru datang?”

Shilla menggeleng singkat. “Sudah dari tadi sebenarnya, Cuma tadi ngobrol banyak dengan eomeoni” jelas Shilla. Ia biasa memanggil para penjaga panti itu dengan eomeoni karena baginya mereka layaknya ibu kedua untuknya.

“Songsaengnim, mau ikut main bola tidak?” ucapan dari salah satu anak itu menginterupsi obrolan Shilla dan Kyuhyun. Kyuhyun hanya menggelengkan kepalanya.

“Tidak. Kalian main saja sendiri. Songsaengnim mau jadi penonton saja”

“Ara”. Anak kecil itu lantas menggandeng ketiga temannya dan mulai berlari menuju halaman depan panti asuhan itu. Kyuhyun menepati janjinya. Ia berjalan juga ke arah mereka bersama Shilla.

Keduanya duduk di teras panti asuhan. Memandang beberapa anak-anak panti yang tengah asik bermain bola. Berlari kesana kemari mengejar bola. Tawa renyah mereka mengiringi permainan itu.

“Kau seperti tengah berpikir dalam. Wae?” tanya Shilla. Mengamati karena sedari Kyuhyun tak mengucap apapun dan hanya menatap lurus ke depan. Seperti tengah menerawang.

Kyuhyun menolehkan kepalanya singkat. Meraih botol air minum yang Shilla berikan dan tersenyum berterimakasih. Pandangan matanya masih berada pada anak-anak panti yang tengah bermain sepak bola. Tatapan matanya seolah tengah mengingat-ingat sesuatu.

“Keunyang… meihat mereka bermain seperti itu…membuatku teringat masa kecilku”

“Huh?”

—-

“Hya! Kyuhyun-ah! Kau mau ikut?” seorang anak lelaki berumur 7 tahun menyapa Kyuhyun kecil . Mata seorang Kyuhyun –yang belum genap berumur 6 tahun- mengerjab ke arahnya.

“Bolehkah?”

“Keureom. Kenapa tidak boleh memangnya?” anak itu tersenyum polos.

“Mereka kan teman-teman Hyung. Apa mereka tidak keberatan?”

Sang anak lelaki menggelengkan kepalanyasembari tersenyum. “Aniya. Kau mau main tidak, huh?”

“Ehm”

Anak lelaki yang lebih tua kemudian menatap seorang wanita. “Eoma, aku main dengan Kyuhyun dulu, eo?”

“Ne”

“Kau harus liat putramu ini mencetak gol, eo?” ucapnya mengacungkan jempolnya pada sang ibu. Sang ibu tersenyum mengangguk.

“Keureomyeon. Sana cepat main! Ah dan jangan lupa untuk menjaga adikmu, eo. Jangan buat dia kelelahan, dia masih kecil sayang, hm?”

“Nde eoma! Kaja dae dongsaeng!” janji sang kakak. Ia menunjukkan senyum manisnya kemudian menggandeng lengan Kyuhyun dan berlari ke tanah lapang.

—

Shilla memukul pundak Kyuhyun pelan. Merasa Kyuhyun mendiamkannya. Kembali pada fase termenung yang Shilla tak tahu apa yang tengah pria itu renungi.

“Hya! Kau ada masalah?”

Kyuhyun menggelengkan kepalanya. “Aniya. Cha! Kau tak lapar? Kali ini aku yag traktir, eo?” ucap Kyuhyun cepat. Seolah mengalihkan pembicaraan. Atau memang begitu? Entahlah.

Shilla memandangnya masam. “Kalau hanya ingin makan jjajangmyeon maka lupakan!”

“Heyyyy!!!” Kyuhyun menyenggol lengan Shilla nakal. “Kaja! Kali ini aku akan mentraktirmu apapun…selain jajangmyeon tentu saja” ucap Kyuhyun sembari nyengir tanpa dosa. Menyadari bahwa temannya itu masih saja kesal terhadapnya karena urusan jajangmyeon.

“Apapun?”

“Eo. Apapun!” yakin Kyuhyun. Shilla tersenyum kemudian menggandeng lengan Kyuhyun.

“Kaja kalau begitu!”

=A Perfect Facade Part 3=

Siwon menyesap pelan kopi hangat di tangannya. Ia terdiam, merasakan rasa dan aroma kopi yang sejujurnya baru kali ini ia rasakan. Biasanya ia bukan tipe orang yang bisa merasakan perbedaan dari suatu rasa makanan atau minuman. Selama ini apa yang masuk dalam mulutnya kalau itu enak maka akan ia habiskan dan kalau tak enak maka ia tanpa ragu akan membuangnya begitu saja.

Tapi saat ini entah kenapa lidah Siwon bisa merasakan perbedaan dari rasa kopi yang kini tengah ia sesap. Entah kenapa ia bisa merasakan perbedaan bahwa kopi yang tengah ia nikmati itu adalah kopi terenak yang dirasakannya. Sesuai dengan rasa lidahnya, sesuai dengan seleranya.

Well, dia berbakat juga jadi barista kurasa.

Siwon tersenyum tipis. Meletakkan cangkir kopi di mejanya kemudian kembali melanjutkan pekerjaanya. Sibuk memeriksa dokumen kemudian menandatanganinya.

Tok tok tok

Siwon mendongak singkat saat bunyi ketukan itu menginterupsinya dari pekerjaannya. Shilla melongokkan kepalanya kemudian benar-benar masuk ruangan bossnya itu.

“Ada apa?”

“Pihak W Company meminta bertemu dengan Hwijangnim”

“Kapan?”

“Siang ini pukul 2, apa bisa?” tanya Shilla. Siwon berpikir sejenak.

“Disini, kan?”

“Ne. Hwang sajangnim akan berkunjung langsung kesini”

“Araseo. Katakan iya padanya. Luangkan waktuku hingga sekitar satu jam untuk beliau.”

“Ne algeutseumnida hwijangnim” ucap Shilla. Ia masih berdiri di depan Siwon. Membuat pria itu menatapnya menyelidik.

“Ada lagi?”

“Uhm…itu artinya pertemuan dengan W company tinggal 1 jam 15 menit lagi…lalu…”

“get to the point, Miss Park!” perintah Siwon. Ia paling tak suka ketika seseorang bersikap basa-basi atau bicara berputar-putar tanpa jelas.

“Maksud saya,..tidakkah hwijangnim ingin makan siang dulu?” tanya Shilla. Ia menggigit bibir bawahnya singkat. Siwon menatapnya diam tapi tatapan tajam pria itu tak meninggalkan wajah Shilla sedikitpun.

“Uhm…dari pagi saya tidak melihat hwijangnim sarapan dan sampai saat ini makanan yang masuk ke perut hwijangnim kurasa hanya dua cangkir kopi, bukan? Tidakkah itu tidak baik untuk kesehatan hwijangnim?” Shilla berucap panjang. Meski sejujurnya ia tengah gugup akan reaksi Siwon.

“Aku tak suka ketika seseorang bersikap sok baik padaku!” kalimat itu terdengar pelan tapi dingin. Menyatakan ketidaksukaan yang mendalam. Shilla terdiam sejenak.

“Saya bukan bersikap sok baik, hwijangnim” bantah Shilla. Siwon menaikkan sebelah alisnya.

“Keuraekuna? Lalu menawariku makan siang apa itu artinya? Ah atau kau ingin makan siang denganku? Kau juga belum makan siang?” tanya Siwon. Bukan suatu kalimat bersahabat tapi lebih pada kalimat sindiran.

Shilla menggeleng singkat. “Aniya. Saya sudah makan siang 15 menit yang lalu, hwijangnim”

“Lalu apa tujuanmu mengatakan hal itu?” pandangan Siwon terlihat begitu menyelidik. Shilla menarik napasnya singkat.

“Karena bukankah hwijangnim sendiri yang mengatakan bahwa hwijangnim adalah orang tersibuk dan terpenting di perusahaan ini?”

“Lalu?”

“Jadi, sebagai orang penting di perusahaan ini bukankah itu artinya hwijangnim juga harus terjaga dan sehat? Bagaimana hwijangnim akan melakukan semua kegiatan penting, meeting penting kalau suatu saat hwijangnim jatuh sakit karena keteledoran hwijangnim yang melupakan waktu makan?”

Siwon berdecak singkat. “Dan sekarang aku bersikap mengguruiku? Mengataiku teledor?” tatapan tajam Siwon rasanya sanggup menusuk Shilla tepat di jantungnya.

“Jwesonghamnida untuk itu. Tapi kurasa hwijangnim tahu kalau mengkonsumsi kopi dalam perut kosong tidakkah baik untuk kesehatan. Jadi sebaiknya hwijangnim makan dulu. This company is in your hands, by the way” ucap Shilla. Siwon diam.

“Kurasa kau ini selain pandai memutar kata juga sangat cerewet” komentar Siwon. Shilla memandangnya kesal.

“Hwijangnim ada masalah dengan sikap saya itu?” tanya Shilla berani. Detik berikutnya Siwon terkekeh kecil. Membuat Shilla menatapnya aneh.

“Keluarlah!”

“Hajiman….”

“Keluar dan carikan aku makanan! Sebagai sekretaris yang baik kau harus memastikan aku makan yang bergizi, bukan? Jadi carikan aku makanan yang bergizi….sekarang!” titah Siwon. Matanya menatap tepat di kedua mata Shilla.

Is he bipolar or something? Tadi dia tegas menolak makan dan sekarang minta dicarikan makanan? Tck!

“Ne algeutseumnida, hwijangnim!” Shilla berucap pelan. Menundukkan kepalanya sopan kemudian berjalan menuju pintu untuk keluar.

“Ah iya…” sontak Shilla membalikkan badannya lagi. Menatap Siwon penuh tanya.

“Kau tak lupa kan kalau malam ini kita ada undangan meeting dengan Palace Mall?”

“Saya sudah mencatatnya dengan jelas di agenda saya hari ini, hwijangnim” jawab Shilla. Dari ucapannya seolah ia ingin mengatakan secara halus pada Siwon bahwa dirinya tidak pikun.

“Bagus. Kalau begitu pastikan kau mengenakan pakaian yang sesuai”

“Hwijangnim tenang saja untuk itu. Saya tidak akan mengecewakan” timpal Shilla. Merutuk Siwon dalam hatinya.

Dia pikir aku akan dengan ceroboh mempermalukan diriku sendiri di hadapan direksi Palace Mall? Tck!

“Good. Sekarang tunggu apa lagi? Meeting dengan Hwang sajangnim sejam 3 menit lagi. Kurasa aku tak ingin terlambat hanya karena kau tak segera membelikanku makanan, bukan?” kalimat sindiran dan seenaknya itu rasanya kembali mempertaruhkan kesabaran Shilla.

Just you wait, Choi Siwon! Someday i’m gonna make you pay for these. Tck!

“Ne algeutseumnida” ucap Shilla kemudian benar-benar keluar dari ruangan itu.

Siwon bisa melihat aura kekesalan yang Shilla tunjukkan dari cara Shilla berjalan keluar ruangannya. Bibir Siwon tertarik tipis, menunjukkan seringain khas dirinya. Rasanya memiliki sekretaris baru bukanlah ide yang buruk.

I guess, piss her off is something really interesting. I can refresh my mind with it.

=A Perfect Facade Part 3=

Lemparan gagang telepon itu terdengar sedikit keras. Sejujurnya itu hanya Shilla lakukan untuk meluapkan kekesalannya pada sikap Siwon selama sehari ini. Dan sayangnya sampai malam nanti ia masih harus bersabar menghadapi Siwon.

“Tidakkah dia bisa sedikit saja menghargai pekerjaan orang? Tck!” lirihnya kesal. Berkali-kali menarik dan menghembuskan napasnya kesal.

Pasalnya baru saja Siwon menyuruhnya untuk rearrange meeting dengan dewan direksi yang sebetulnya sudah dijadwalkan sebelumnya. Dan pria di dalam ruangan sana sepertinya tak mau tahu bagaimana Shilla harus kerja keras untuk arrange meeting dengan direksi di esok hari. Dan sekarang boss nya yang sombong itu dengan seenaknya minta dijadwal ulang? Alasan Siwon memang masuk akal, tapi keputusan yang cenderung mendadak itu pastilah akan berdampak pada kesalnya dewan direksi. Dan dalam hal ini yang akan menerima semua kekesalan itu adalah Shilla, bukan Siwon, karena Shilla-lah yang secara langsung menghubungi mereka.

Dan baru saja, Shilla menerima bentuk kekesalan itu.

“Pantas saja semua sekretarisnya selama ini tak tahan dengan sifatnya. Tck!” umpat Shilla lirih. Ia menyenderkan kepalanya lemas pada kursi kerjanya. Memejamkan matanya singkat, berusaha mengumpulkan aura positif dalam otaknya. Berusaha meredam emosinya dan fokus kembali bekerja. Sayangnya ketika ia siap untuk melanjutkan pekerjaanya bunyi dering ponsel mengalihkan perhatiannya. Ia mengambil ponselnya kemudian mengangkatnya.

“Yoboseyo?” Shilla terdiam ketika mendengar suara di seberang sana. Ekspresinya berubah gelap.

“Aniya. Kumohon jangan, seongsaengnim!” suara Shilla terdengar setengah memohon.

“Buthakhae, seongsaengnim! Ne, saya akan kesana nanti. Ne, kamsahamnida” Shilla menutup ponselnya lemas. Ia memijit keningnya pelan.

“What a life!” gumamnya singkat. Mengangkat dirinya dari posisi duduk kemudian berjalan menuju toilet. Membasuh mukanya. Berharap dengan hal itu ia bisa menyegarkan pikirannya juga.

=A Perfect Facade Part 3=

Shilla berdiri kaku di sebelah Siwon. Sementara bossnya itu dengan percaya diri tak mengindahkan kegugupan sekretarisnya di sampingnya. Wajah Siwon tenang sembari menyalami pemilik PalaceMall yang mengundangnya. Tak peduli bahwa Shilla salah tingkah di sampingnya. Tak tahu harus berbuat atau mengatakan apa selain berdiri kaku dan diam di samping Siwon.

Shilla tak pernah menghadiri acara seperti ini sebelumnya. Ia memang pernah menjadi sekretaris boss yang berbeda tapi sekalipun bossnya itu tak pernah mengajaknya ke acara yang dihadiri para petinggi perusahaan –konglomerat tentu saja. Dan sebelumnya Shilla toh tak peduli.

Tapi kini, berdiri di samping Siwon yang notabene memiliki wajah jutawan –dan kaya tentu saja- membuat Shilla merasa gugup. Ia bukan siapa-siapa Siwon itulah sebabnya. Mungkin kalau Shilla adalah kekasih Siwon atau pendamping Siwon akan berbeda ceritanya. Ia akan bisa tahu bagaimana menempatkan diri –layaknya kekasih pada umumnya. Tapi Shilla bahkan hanya sekretarisnya, bukan? Dan ia kini mengenakan gaun semiformal berwarna hitam itu membuatnya mati gaya. Bingung bagaimana menempatkan dirinya.

Meskipun si sombong ini tak bisa dimintai tolong, tapi sekali ini saja bantu aku bersikap.

Shilla berdoa dalam hatinya. Sementara ia masih berdiri kaku di sebelah Siwon, sang boss menolehkan kepalanya singkat ke arahnya.

“Ah iya, perkenalkan Moon sajangnim, ini sekretarisku, Park Shilla. Kuharap kau tak keberatan karena aku membawanya ikut serta”

Shilla sedikit terhenyak ketika Siwon bisa bicara dengan nada sopan pada pemilik Palace Mall itu. Sehari-hari –meski Siwon berhadapan dengan koleganya- sekalipun pria itu tak pernah bicara dengan nada sopan dan lembut seperti sekarang ini. Membuat Shilla bertanya apakah istimewanya pria bermarga Moon di hadapannya itu.

“Sama sekali tidak, anak muda! Kupikir bahkan tadi ia adalah kekasihmu” jawab sang pria berumur kurang lebih hampir setengah baya. Siwon menggeleng pelan.

“Kami belum sampai pada tahap itu kurasa” jawaban Siwon itu nyatanya membuat Shilla sontak menolehkan kepalanya bingung ke arah Siwon. Seolah meminta penjelasan apa maksud dari ucapan ambigu yang Siwon lontarkan.

Siwon balas menatap Shilla. Dari tatapannya seolah Siwon berkata “play along with me. Be nice!”. Membuat Shilla menelan ludahnya singkat, mengalihkan pandangannya pada Moon Heejun dan tersenyum sopan.

“Park Shilla imnida, Moon sajangnim. Bangapseumnida” ucapnya sopan. Dengan bubuhan senyum di bibirnya. Moon Heejun balas tersenyum padanya.

“Senang bertemu denganmu juga, Shilla-ssi. Melihat dirimu sekilas kurasa kau bisa menghadapi anak muda yang satu ini dengan baik” tutur Heejun sembari menunjuk ke arah Siwon. Shilla hanya tersenyum simpul. Tanpa mengutarakan katapun di bibirnya.

Menghadapi dengan baik? Tck!

“Kaja kita ke meja makan kalau begitu. Kurasa kalian sudah lapar, bukan? Setelah itu baru kita bicarakan bisnis kita, eo?” ucap Heejun. Shilla dan Siwon menganggukkan kepalanya setuju.

Sembari berjalan ke meja makan, Siwon membisikkan kalimat di telinga Shilla. “Bersikap dengan sopan  dan jangan buat ulah! Jamuan ini sangat penting!” ingat Siwon. Shilla hanya bisa menganggukkan kepalanya. Meski sebenarnya ia ingin sekali memaki Siwon karena seolah-olah pria itu sangat tidak percaya padanya.

“Don’t get tensed or you will put a shame on my face!” ingat Siwon. Shilla sekali lagi menghela napasnya sabar.

=A Perfect Facade Part 3=

Shilla hanya bisa menghela napasnya ketika pada akhirnya jamuan formal yang baru saja ia hadiri itu berakhir. Shilla tak bisa menggambarkan bagaimana bahagianya dirinya. Keluar dari belenggu formal bisnis dan tekanan bahwa ia berada pada sosok-sosok yang asing dalam hidupnya. Bukan hanya dari percakapan tapi juga gaya hidup.

Tapi setidaknya Shilla merasa bahwa dirinya telah berusaha dengan baik sebagai sosok sekretaris Siwon.  Ia bersikap begitu sopan dan elegan saat makan malam sekaligus meeting tadi –setidaknya itu menurutnya. Shilla akan dengan sigap menulis di notes miliknya apa yang penting ketika perbincangan mengenai bisnis kedua pihak itu dibicarakan. Tak ada satu kata penting yang terlewat. Dan shilla yakin kalaupun besok pagi Siwon memintanya laporan notulen maka Shilla bisa memberikan laporan yang memuaskan.

Hanya saja tetap saja berada dalam lingkungan penuh dengan kecanggungan dan sopan santun itu membuat Shilla tidak biasa. Ia bukan dari kalangan konglomerat atau bahkan kalangan miskin sekalipun. Tapi ia menyukai situasi yang santai dan tenang. Bukan situasi yang terkesan santai padahal penuh tekanan.

Helaan napas lega tak kuasa Shilla tahan ketika pada akhirnya Shilla bisa keluar dari situasi itu. Ia dan Siwon kini tengah berada di lobby Palace Mall dan bersiap pulang. Hanya saja….

“Siwon Oppa!” suara feminim –yang terkesan dibuat-buat itu- membuat Shilla menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Seorang wanita dengan dress spagheti berjalan anggun kearah Siwon dan Shilla kini berdiri. Shilla menengok menatap Siwon dan ia bisa melihat kalau Siwon tak menunjukkan ekspresi apapun saat wanita itu memanggilnya dengan akrab.

Siapa dia?

Wanita itu tersenyum menggoda kearah Siwon dan menggandeng lengan Siwon. Sepenuhnya tidak mengindahkan sosok Shilla di samping Siwon. Sementara Siwon tak menunjukkan ekspresi apapun saat wanita itu mengaitkan lengannya.

“Hya oppa! Kau sombong sekali daritadi tak menghiraukanku? Napeun” ucap wanita itu manja. Siwon masih menunjukkan ekspresi datar

“Lepas!” suara Siwon terdengar pelan tapi dingin. Shilla saja merinding mendengarnya, tapi sepertinya wanita –yang entah siapa namanya itu- bermuka tebal hingga tak menyadari betapa dingin ucapan Siwon.

“Ah Oppa…” wanita itu masih menunjukkan sikap manjanya. Ia meletakkan kepalanya dengan manja di dada Siwon. Shilla yang melihat saja tahu kalau wanita itu tengah merayu Siwon. Tapi bossnya itu dengan tampang datar masih belum menghempaskan wanita itu. Suatu sikap yang sekali lagi Shilla tak mengerti. Yang ia tahu pria itu tak suka ketika orang seenaknya menyentuhnya. Tapi kenapa ini sepertinya berbeda?

“Aku tak suka menarik perhatian orang. Jadi lepaskan tanganmu sebelum aku marah dan membuatmu malu” ancam Siwon dingin.

“Kenapa kau begini? Bukanlah dulu kau …”

“Siapa namamu?”

“Hya! Oppa! Kau melupakanku? Naneun Jung Misuh. Waktu itu kan kita…”

“Jung Misuh-ssi tapi maaf aku tak mengenalmu. Aku tak pernah mengenal wanita rendah sepertimu atau teman-temanmu yang lain di luar sana. Jadi jangan bersikap sok kenal terhadapku. Kau membuatku malu. Jadi lepaskan tanganku!” lagi. Suara Siwon begitu dingin dan tajam. Ia melepas tautan lengan sang wanita.

Misuh menatapnya terluka. “Aku wanita rendah? Dan nyatanya kau pernah mengajakku sebagai pasanganmu di pesta waktu itu? Bukankah itu artinya kau juga rendah?”

“Ah…jadi kau wanita itu? Well, bukankah aku membayarmu saat itu? Jadi kita tak ada urusan setelah itu, bukan? Jadi jangan bersikap kau mengenalku padahal tidak”

“Neo…”

“Dan kuberi tahu dirimu, Misuh-ssi, aku tidak selevel dengan dirimu. Which is I’m no low like you”

“Huh?”

“Ah bicara dengan orang sepertimu tak ada gunanya”

“Neo…”

“Kkeojyeo!” suruh Siwon tajam. Misuh menolehkan kepalanya pada Shilla yang sedari tadi hanya diam.

“Kau wanita malang berikutnya?”

“Ne?” Shilla menatap wanita itu tak mengerti. Sejujurnya ia memang tidak mengerti garis besar masalah kedua orang itu. Ia hanya mendengar sedikit adu mulut keduanya dalam diam.

Shilla melebarkan kelopak matanya ketika ia merasa tangannya ditarik. Seseorang menggenggam pergelangan tangannya dan menariknya melangkah. Shilla menatap tangan kekar yang meraih pergelangan tangannya. Milik Siwon.

Siwon menyeret Shilla menjauh dari wanita bernama Misuh itu. Tidak mempedulikan teriakan dan umpatan yang wanita asing itu lontarkan. Sementara Shilla hanya bisa diam ketika Siwon masih mencengkeram tangannya dan membawanya pergi.

Apa yang terjadi?

Entah kenapa ketika Siwon menariknya membuat Shilla mati otak. Ia tak tahu harus berpikir apa. Yang ia lakukan hanya diam –pandangan matanya tetap pada tangan mereka yang bersentuhan- dan pasrah ditarik Siwon. Belum  lagi perasaan gugup yang ia rasakan saat tangan bossnya itu –entah sadar atau tidak- menyentuh kulitnya.

“Masuk!” titah Siwon. Menyadarkan Shilla dari segala fase diam dan bingungnya. Menyadari bahwa keduanya sudah berada disamping mobil milik Siwon.

Tanpa perlu di suruh dua kali Shilla memasuki mobil Siwon. Merasa beruntung karena setidaknya Siwon masih mau mengantarnya pulang. Bukannya membiarkan Shilla pulang sendiri seperti yang kerap pria itu lakukan.

Shilla sesekali melirik ke arah Siwon yang terlihat serius mengemudi mobilnya. Tatapan pria itu lurus ke depan, seperti sangat berkonsentrasi pada kemudinya. Sementara suasana canggung dan hening yang tercipta membuat Shilla merasa jengah.

Apa dia tak bisa basa-basi sedikit? Tck!

Sejujurnya banyak yang ingin Shilla tanyakan pada bossnya yang tengah menyetir itu. Tentang siapa wanita tadi, apa hubungannya dengan Siwon, apa masalah keduanya, kenapa Siwon bersikap seperti itu, dan masih banyak lagi. Shilla penasaran tapi ia tak kuasa untuk menanyakannya langsung. Memangnya siapa dirinya hingga berani menanyakan hal itu pada Siwon? Kekasih bukan, saudara bukan, dan bahkan teman juga bukan.

Shilla menghela napasnya. Berharap Siwon membuka mulutnya. Sekedar basa-basi. Menanyakan apalah yang tidak penting sekalipun. Berharap pria itu akan membuka pembicaraan sehingga suasana perjalanan itu tak begitu hening dan mencekam. Karena jujur Shilla terkadang takut membuka mulutnya dan mengajak bicara Siwon kalau itu tak penting.

Kesal dengan sikap Siwon, Shilla memilih untuk memperhatikan jalanan malam yang gelap itu. Gemerlap lampu jalanan yang biasa terlihat indah rasanya kali ini berbeda. Mungkin itu karena efek kekesalan di hati Shilla sehingga membuat preference-nya berubah. Entahlah.

“Dimana?”

Shilla sontak menolehkan kepalanya ketika Siwon menanyakan sebuah kata pendek namun ambigu itu. Membuat Shilla bingung tentu saja.

“Dimana apa?”

“Rumahmu tentu saja. Aku bukan stalker yang tahu rumahmu”

“Huh?”

“Dan selama 15 menit aku melaju kau masih tak mengatakan dimana alamat rumahmu? Tck! Kau tak mungkin tak punya rumah, kan?” ucap Siwon. Shilla bisa mendengar sedikit nada kesal disana.

Dan kenapa kau dari tadi tak bertanya, bodoh!

Sejujurnya Shilla ingin mengatakan apa yang ada di benaknya saat itu. Tapi Shilla masih memiliki kontrol diri dan emosinya, membuatnya mengambil pilihan untuk menghela napasnya singkat.

“Ah, atau kau sengaja? Ini salah satu caramu untuk membuatku membawamu ke rumahku, begitu? Tck!”

Shilla membulatkan matanya mendengar ucapan Siwon. “Jwesonghamnida. Tapi aku bukan wanita seperti itu. Aku tidak seperti wanita yang tadi menempel pada hwijangnim” kata Shilla dingin. Siwon sedikit mengernyit karena nada dingin yang Shilla lontarkan padanya.

“oh ya? What make you say so?”

“Lampu merah depan belok kiri. Disana ada halte bis, aku turun disana saja” lanjut Shilla. Tak menjawab sama sekali pertanyaan Siwon.

“Kurasa pertanyaan yang aku ajukan sebelumnya tidak kau jawab sama sekali” komentar Siwon. Shilla menatapnya malas.

“Dan saya rasa saya tidak perlu menjawab pertanyaan itu”

“Wae?”

“Karena hwijangnim bukan kekasihku atau teman dekatku, bukan? You’re not even interested in me so why i should answer that question? Why i should make myself different from those girls to you? It’s not like we will be a couple or something” ucap Shilla acuh. Tak mempedulikan kalau sekarang Siwon sedikit terkesiap akan ucapan Shilla barusan. Wanita itu terlanjur membuang mukanya ke jendela. Hanya untuk menyadari kalau mereka telah dekat dengan halte yang Shilla maksud tadi.

“Are you always this bold?” tanya Siwon seiiring dengan ia memarkirkan mobilnya tepat di depan halte yang Shilla maksud. Wanita itu menolehkan kepalanya.

“Ne. Ada masalah dengan hal itu?” tanya Shilla. Siwon menggelengkan kepalanya.

“Ani. Sejujurnya aku menyukai sikapmu yang seperti itu” ungkap Siwon. Membuat Shilla terdiam seketika. Menatap Siwon dengan pandangan yang ia sendiri tak bisa mengerti.

“Terimakasih untuk tumpangannya, hwijangnim” ucap Shilla kemudian. Ia menatap Siwon sekilas kemudian keluar dari mobil Siwon.

“Ah… kau benar” ucapan Siwon itu membuat Shilla terhenti. Ia memegang knop pintu mobil Siwon yang setengah terbuka. Dirinya sudah berada di luar mobil Siwon. Tapi perkataan Siwon yang masih menggantung itu menghentikannya.

“Kau tak perlu menunjukkan bahwa dirimu berbeda” tambah Siwon. Dengan satu tangan masih berpegang pada stir mobil, ia menatap Shilla. Menyeringai lebih tepatnya.

“I dont care about women actually. And I’m not planning to have a relationship so don’t bother to make yourself appeal in my eyes. I simply wouldn’t care” ujar Siwon. Shilla hanya diam mendengarkan. Matanya melebar singkat.

“I’m not planning to make myself appeal either. Terimakasih, hwijangnim. Selamat malam!” kata Shilla kemudian menutup pintu mobil Siwon. Membalikkan badannya dan berjalan menuju tempat penghentian bis itu.

Dia pikir dia siapa? Like i would interested in him. Such an arrogant jerk!

Shilla duduk di halte itu. Matanya menghindari arah mobil Siwon yang anehnya masih terdiam di sana. Entah apa yang tengah Siwon pikirkan –Shilla tak peduli.

Sementara di dalam mobil Siwon menyeringai kecil. “Kau gadis yang menarik. Tapi itu tak akan cukup untuk membuatku lemah” gumamnya kemudian melaju meninggalkan halte itu. Menyadari bahwa dalam jarak beberapa meter dari mobilnya kini melaju sebuah bis –yang sepertinya akan berhenti di halte itu.

Because I only love a woman before…and it will always be  her.

“Tck! Darimana asalnya sikap sombongnya itu? Kalau saja dia bukan bossku sudah kupukul kepalanya keras-keras” umpat Shilla begitu melihat mobil Siwon sudah melaju meninggalkan spotnya kini duduk terdiam. Menggelengkan kepalanya kuat-kuat.

“Tak ada gunanya aku memikirkan boss sombong itu” ucapnya pada diri sendiri dan melangkah maju menuju sebuah bis yang sudah berhenti di hadapannya. Bersiap menuju rumahnya, tidur dan melupakan sejenak tentang hari panjangnya.

To be continued….

 

Oke how is it? Well idk it aswell..

I have no excuse why i’m taking too long to update but i really busy these days with work…so yeah im sorry….

Sorry for typo aswell…